Senin, 29 Maret 2010

Harapan Umat Kepada Nahdlatul Ulama (NU)


y Farid Wadjdi

“Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.” (KH. A. Wahid Hasyim)

Salah satu organisasi massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), baru saja melaksanakan Muktamar Nasional yang ke-32 . Hasilnya, KH Sahal Mahfudz terpilih kembali sebagai Rais Aam PBNU 2010-2015. Sedangkan Ketua Umum PBNU terpilih Prof Dr Said Agil Siradj. Seperti biasa Muktamar NU selalu mendapat perhatian berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri. Kehadiran Presiden SBY membuka Muktamar kali ini menunjukkan posisi penting NU secara politik. Bisa dimengerti kalau berbagai kekuatan politik, baik langsung atau tidak bermain setiap kali muktamar.

NU pun tidak lepas dari perhatian kekuatan asing. Sebagai organisasi massa keagamaan terbesar di Indonesia, sikap NU dan massanya tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi perpolitikan maupun kenegaraan Indonesia. Corak Islam Indonesia pun sering disandarkan kepada pemikiran NU. Suara yang mengatasnamakan NU-pun menjadi sangat penting untuk dijadikan alat legitimasi berbagai kepentingan. Tentu saja mereka ingin memastikan garis pemikiran maupun kebijakan NU tidak bertentangan dengan kepentingan-kepentingan mereka.

Tidak heran upaya keras untuk meliberalkan NU sangat tampak, lewat infiltrasi pemikiran maupun lewat orang-orang tertentu yang dikenal dibina oleh Barat. Kelompok liberal ini—yang bukan mustahil melakukan infiltrasi ke tubuh NU—berusaha keras untuk menghalangi penegakan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) . Mereka menginginkan Indonesia menjadi negara sekuler yang berpaham liberal dan pluralisme. Hal-hal yang jelas melenceng dari garis pemikiran utama NU seperti dalam Anggaran Dasar NU Pasal 2 ayat 2 tentang tujuan berdirinya NU disebutkan: “Menegakkan Syari’at Islam menurut haluan Ahlussunnah wal Jamaah”.

Sikap istiqomah dari NU menjadi sangat penting agar tidak menjadi alat kekuatan politik asing untuk menghancurkan umat Islam dan mengokohkan kepentingan penjajahan asing di Indonesia. Bukankah NU tidak bisa dipisahkan dari perjuangan melawan penjajahan? Bukan tidak mungkin NU digunakan oleh kekuatan-kekuatan asing justru untuk menghancurkan dan menghalangi perjuangan penegakan syariah Islam yang mengancam penjajahan asing .Karena itu, umat sangat berharap ada sikap tegas dari NU untuk menolak segala bentuk pemikiran sepilis (sekulerisme-pluralisme-liberalisme) yang akan menghancurkan umat dan bangsa ini.

Tentu saja kuncinya, NU harus tetap berpegang tegung pada posisi keulamaannya yang sangat mulia. Para ulama adalah pewaris para nabi. Kita tahu tugas utama para nabi termasuk Rasulullah SAW adalah untuk menegakkan tauhid dan hukum –hukum Allah SWT (syariah Islam). Hal yang sama tentu menjadi tugas para ulama saat ini .

Peran, tugas, fungsi, dan tanggung jawab para ulama dalam upaya membangkitkan umat menuju tegaknya kembali izzul Islam wal muslimin sangatlah besar. Untuk membangkitkan umat adalah penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa seluruh problem berbagai bidang yang dihadapi umat sekarang, berpangkal pada tidak adanya kehidupan Islam di mana di dalamnya diterapkan syariah di bawah kepemimpinan seorang khalifah yang dapat melindungi umat dari berbagai serangan dan gangguan.

Pentingnya menjadikan syariah Islam sebagai dasar negara ini dengan gamblang dinyatakan oleh KH A.Wahid Hasyim ,salah satu tokoh NU yang terkemuka “Kalau presiden adalah seorang Muslim, maka peraturan- peraturan akan mempunyai ciri Islam dan hal itu akan besar pengaruhnya. Tentang Islam sebagai agama negara, hal ini akan penting artinya bagai pertahanan negara. Umumnya, pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat, karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk ideologi agama.”, tegas KH. A. Wahid Hasyim (BJ. Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia” (1985)

Dalam perjuangan ini ulama sebagai pewaris para nabi (waratsatul anbiya) yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam meneruskan risalah nabiyullah Muhammad SAW, semestinya mengambil peran aktif dalam membimbing dan mengarahkan umat hingga cita-cita perjuangan tersebut benar-benar dapat diujudkan. Adalah besar harapan umat kepada ulama-ulama yang ada di NU untuk bersama-sama umat siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan khilafah serta membela para pejuangnya.

Nasehat Imam al-Ghazali (Ihya ‘Ulumuddin, juz 7, hal. 92). penting untuk kita perhatikan: “Dulu tradisi para ulama mengoreksi dan menjaga penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun membekas di hati. Namun, sekarang terdapat penguasa yang zhalim namun para ulama hanya diam. Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa akibat kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat digenggam cinta harta dan jabatan. Siapapun yang digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk mengingatkan para penguasa dan para pembesar” (Farid Wadjdi;TMU 33)

SIAPAPUN PRESIDENNYA, AS TETAP MENDUKUNG ISRAEL

by Farid Wadjdi

Ketegangan hubungan Washington dan Tel Aviv tidak lebih dari sekedar “krisis retorika dan perbedaan taktik” saja yang akan segera berakhir, seperti segera berakhirnya perselisihan yang biasa terjadi antara ibu dan anak perempuannya.

Harian Jerussalem Post (25/3) memberitakan AS adalah satu-satunya negara Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) yang memveto tiga resolusi yang mengecam Israel, yang disetujui rabu (24/03). AS juga menjadi satu-satu negara yang menolak resolusi UNHRC tentang pemberian hak menentukan nasib seneri untuk Palestina.

“Dewan terlalu sering dimanfaatkan sebagai platform yang tunggal menyerang Israel, yang merusak kredibilitasnya,” kata Eileen Chamberlain Donahoe Duta besar AS membela tindakannya . Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB di Jenewa Yaar Leshno Aharon mengatakan ia menghargai dukungan dari AS . “Kami telah menyaksikan hari ini bentuk lain dari sikap anti-Israel,” katanya.

Bukan untuk pertama kalinya AS memveto resolusi yang mengecam Israel, sekaligus ini membuktikan tidak ada perubahan yang mendasar dalam hubungan AS dan Israel . Situasi yang agak panas belakangan ini hanyalah riak-riak kecil yang tidak mempengaruhi dukungan abadi AS terhadap Israel. Para analis mengecilkan ketegangan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir antara Amerika Serikat dan Tel Aviv, setelah pengumuman terakhir mengenai rencana untuk pembangunan pemukiman di Yerusalem ketika Wakil Presiden Amerika – Joseph Biden- melakukan kunjungan ke Israel.

Pemerintah AS, beberapa hari ini telah berusaha mengurangi ketegangan dengan Israel, dimana Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton mengatakan kemarin dari ibukota Rusia, Moskow, bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah membuat proposal yang konstruktif untuk penyelesaian, dan mengakhiri perselisihan. Sementara Presiden AS, Barack Obama menilai apa yang terjadi dengan pemerintah Israel sebagai “perbedaan pendapat yang biasa terjadi di antara teman baik”.

Oleh karena itu, pakar urusan Amerika, Khalid Khalifah menilai “krisis retorika” antara Israel dan Amerika Serikat itu terjadi tidak lepas dari “hubungan keduanya dalam kepentingan yang mendalam dengan jaringan lobi Zionis, serta akibat dari kelemahan posisi bangsa Arab secara internasional”.

Negara Zionis Israel dan Kepentingan AS

Syekh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiah li Hizbit Tahrir ketika menjelaskan persoalan di Timur Tengah mengatakan ada beberapa hal penting antara lain : terkait dengan Islam yang secara potensial mengancam Barat , letak strategis Timut Tengah yang mutlak dibutuhkan dalam transportasi dunia , penjajahan Barat atas dunia Islam terutama kekayaan minyak dan keberadaan negara Israel sendiri.

Kepentingan AS terhadap minyak Timur Tengah tampak pada dokumen pada tahun 1944. Departemen Luar Negeri AS menggambarkan Semenanjung Arabia sebagai berikut: ‘Suatu sumber besar bagi kekuasaan strategis dan hadiah material terbesar dalam sejarah dunia.’ Amerika Serikat menyadari bahwa kendali menyangkut persediaan minyak di kawasan itu adalah suatu sarana untuk mengendalikan dunia.

Sebagaimana dikemukakan oleh George Kennan, perencana berpengaruh dalam menghadapi Uni Soviet di tahun 1949: ‘Jika AS mengontrol minyak, itu akan memberikan kekuatan veto dalam menghadapi potensi saingan di masa mendatang dengan negara semacam Jerman dan Jepang.’ Karena menyadari potensi Timur Tengah, AS merancang berbagai strategi dan rencana untuk mengendalikan kawasan itu.

Adapun menciptakan dan mendukung Negara Israel di bumi Palestina adalah strategi penting yang dilakukan oleh negara-negara imperialis terutama Inggris dan Amerika . Keberadaan negara Isreal jelas akan menimbulkan konflik dan ketidakstabilan yang terus-menerus di Timur Tengah. Krisis tersebut jelas akan menyedot energi dan dana dari umat Islam. Hal ini bisa mengalihkan kaum Muslim dari upaya memikirkan kembali penegakkan Daulah Khilafah yang dibubarkan tahun 1924. Amerika dan Inggris juga yang memanfaatkan Israel sebagai “kambing hitam” untuk mengalihkan perhatian ummat Islam sedunia.

Gagasan pemberian tanah air bagi bangsa Yahudi dikemukakan Perdana Menteri Inggris, Henry Bannerman pada 1906: ‘Ada sebuah bangsa (umat Islam) yang mengendalikan kawasan yang kaya akan sumber daya yang nampak dan tersembunyi. Mereka mendominasi persilangan jalur perdagangan dunia. Tanah mereka adalah tempat lahirnya peradaban dan agama-agama. Bangsa ini memiliki satu keyakinan, satu bahasa, sejarah, dan aspirasi yang sama. Tidak ada batas alam yang memisahkan mereka satu sama lain…jika, suatu saat, bangsa ini menyatukan dirinya dalam satu negara; maka nasib dunia akan berada di tangan mereka, dan akan memisahkan Eropa dari bagian dunia lainnya. Dengan mempertimbangkan hal ini secara seksama, sebuah organ asing harus ditanamkan ke jantung bangsa tersebut guna mencegah terkembangnya sayap mereka, dengan suatu cara yang dapat mengurangi kekuatan mereka dalam perang yang tak kunjung henti. Badan ini juga dapat difungsikan oleh Barat untuk mendapatkan objek-objek yang diinginkannya.

Israel dibentuk berdasarkan kepentingan Inggris untuk menanamkan sebuah organ asing di tengah Dunia Islam. Akan tetapi melemahnya Inggris setelah Perang Dunia II membuat AS mengambil alih kendali atas kawasan tersebut. Karena itu tidak mengherankan siapapun presiden Amerika Serikat, termasuk Obama, tidak akan terjadi perubahan mendasar dalam hal dukungan AS terhadap Israel.

AS membutuhkan Israel untuk kepentingan politik luar negerinya di Timur Tengah. Walhasil, sungguh aneh kalau ada ingin menyelamatkan Palestina tapi mendukung kedatangan presiden dari negara yang selama ini menjadi pendukung sejati negara Zionis-Israel. Kalau pun ada gesekan antara kedua negara itu, kalau tidak merupakan rekaya, sekedar riak-riak kecil yang tidak berarti.(TMU 33)

Box : Dukungan Sejati Obama Kepada Zionis Israel

New York Sun Editorial (January 9, 2008) mengungkap bagaimana sikap Obama terhadap Israel.“saya memiliki komitmen yang jelas dan kuat atas keamanan Israel sekutu terkuat kita di wilayah itu dan satu-satunya di wilayah itu negara dengan demokrasi yang mapan. Dan itu akan menjadi titik awal saya”, ujarnya. Obama juga mengatakan. “Jika saya menjadi presiden Amerika, maka negara ini harus bahu membahu dengan Israel,” seperti dikatakan Obama kepada Dewan Demokrasi Yahudi Nasional (The National Jewish Democratic Council) bulan February 2007.

“Mereka yang telah bekerja dengan saya di Chicago pada Dewan dan sekarang ada di Senat AS akan menyaksikan bahwa saya bukan cuma omong besar, saya akan melakukan apapun jika menyangkut keamanan Israel. Saya piker ini hal yang fundamental. Saya kira ini menyangkut kepentingan AS kerena hubungan kami yang istimewa, karena Israel tidak hanya telah membangun demokrasi di wilayah itu tapi juga merupakan sekutu terdekat dan loyal kepada kita,” katanya pada NJDC..”

“Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,” kata Obama dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60. Dia diperkenalkan oleh duta besar Israel kepada AS, Sallai Meridor

Sikapnya terhadap Hamas juga tidak berbeda dengan presiden Bush. “Saya sudah mengatakan bahwa mereka adalah organisasi teroris, yang tidak boleh kita ajak negosiasi kecuali jika mereka mengakui Israel, meninggalkan kekerasan, dan kecuali mereka mau diam oleh perjanjian sebelumnya antara Palestina dan Israel.

Dikonfirmasikan bahwa Artis Amerika Allison Woollford, lahir 17 Mei 1984, yang telah masuk Islam dan berperan dalam beberapa serial Teluk ditimur tengah mengkonfirmasikan bahwa saat ini is sedang mempelajari fatwa-fatwa dan fiqih, namun dia belum berpikir untuk memakai jilbab saat ini dengan pertimbangan bahwa itu “keputusan yang tidak mudah,” apalagi menurutnya dia adalah satu-satunya Muslim di keluarganya.

Mengenai kisah keislamannya dia menceritakan kepada koran Kuwait, “Rai Media”: “tahun lalu ketika saya berbaring di rumah sakit karena kecelakaan sehingga saya harus istirahat dalam seminggu dirumah sakit Ar Razi di Kuwait, ketika itu ada seorang pasien wanita di samping saya sedang merasakan sakit lalu dia mengeluarkan sebuah kaset dan mendengarnya dan sayapun ikut mendengarkan rekaman dengannya,saya merasa nyaman dan rileks ketika saya hendak keluar dari rumah sakit, saya bertanya kepadanya tentang artis yang memiliki suara merdu, wanita tadi tertawa dan mengatakan bahwa ini bukan kaset musik tetapi suara murattal AlQuran, saya merasa bahwa ada perasaan aneh dalam diriku yang bergerak. dan saya diperkenalkan kepada Islam selama saya di Kuwait dan bertemu dengan kaum muslimin, maka saya memutuskan untuk memeluk Islam. “

Adapun reaksi terhadap keislamannya, dia berkata: “Keluarga saya dapat menerimanya, dan menganggap ini kebebasan pribadi dan tidak membenci masuknya saya dalam Islam, terutama ayahku yang tinggal di Kuwait.”

Dan apakah dia mendapat masalah-masalah karena dia gadis mandiri yang tinggal di sebuah masyarakat terpelihara,dia menjelaskan: “setiap hari Saya mengalami masalah, terutama mereka yang menganggap bahwa saya seorang gadis yang gampangan dan dapat menjalin suatu hubungan sementara seolah karena saya seorang gadis barat yang liberal,mereka mengkaitkan kebebasan seorang gadis dengan akhlaknya yang buruk, tapi ini berlawanan dengan kenyataan, karena Saya seorang gadis yang multazimah dan saya harus melindungi diriku sendiri … dan gangguan yang dihadapi oleh setiap wanita yang tinggal di Timur Tengah, baik wanita Arab atau Amerika, tapi wanita Amerika dan Barat secara umumnya dan semoga semua orang tahu bahwa saya menjadi seorang Muslim dan mereka memperlakukan saya atas dasar itu. “

Dia menegaskan bahwa dia menolak untuk melakukan adegan berani, dan berkata: “Jika saya punya pilihan tidak akan menerima yang berisi adegan ciuman. dan ini Keyakinan saya, saya tidak suka adegan ciuman atau berani dengan mengorbankan akhlak saya dan apa yang saya yakini, karena itu saya ingin main drama di Timur Tengah.” (alarabiya.net/ Voa-Islam))

Minggu, 28 Maret 2010

TERBENTUKNYA DESA GIRIPURNO




Dahulu kala datanglah mbah Singorejo dari Singosari bersama tiga rekannya ke daerah barat Singosari, tepatnya di lereng selatan gunung Arjuno. Di daerah yang berada di sebelah timur Bumiaji itu mereka melakukan babat alas (membuka hutan) untuk dibuat ladang, sawah dan untuk pemukiman.
Salah satu rekan mbah Singorejo bernama Darimah, Beliau merupakan pepunden bagi desa Giripurno, yang kelak berdiri di kemudian hari.ama Giripurno diambil dari Giri artinya Gunung sedangkan Purno artinya lereng dari nama kerajaan Singosari “Meduran Ilang Sampurnane”.

Daerah yang baru dibuka itu, lambat laun bertambah ramai, karena banyak berdatangan penduduk yang bermukim di sana.
Mereka melakukan pertanian dengan berkelompok yang mengerjakan lahan secara terpisah-pisah. Sedangkan pemukiman pertama yang di diami Mbah Darimah adalah di sekitar dusun Krajan, tepatnya di atas sebuah bukit kecil yang dibawahnya mengalir sebuah sengai kecil yang bening. sekarang tempat itu tetap dilestarikan dengan didirikan sebuah punden dan ditandai tanaman pohon Beringin. Di tempat itu juga ditemukan uwi lajar dan tempat itu dinamakan dusun Lajar.
Sedangkan daerah persawahan untuk mencukupi kehidupan mereka terletak di sebelah Timur pemukinan di dusun Krajan yaitu yang sekarang menjadi Dusun Sawahan.
Di salah satu tempat ada sungai yang digunakan untuk memandikan ternak yaitu berupa kedung dibawah pohon besar yang akhirnya dinamakan dusun Kedung, dibagian utara sungai terdapat pohon besar yang akhirnya tempat itu dinamai dusun Sebrang Bendo, bagian timur Sabrang Bendon dan bagian selatan di dekat sungai Brantas banyak dihuni oleh penduduk asli yang tidak mau dikawini oleh penduduk pendatang, sehingga daerah tersebut oleh sesepuh kampung yaitu mbah Singorejo dan mbah Darimah diberi nama dusun Durek.
Sampai pada tahun 1938 tokoh-tokoh kampung berkumpul membuat pemerintahan desa dan mengangkat kepala kampungnya/ kepala desa yaitu Bpk. Itun yang selanjutnya mengikuti wilayah pemerintahan kecamatan Karangploso dan kabupaten Malang.

Petani Kurang Minati Sayuran Organik


Makanan Organik seperti sayur dan buah-buahan banyak dijual di supermarket.
Sayuran organik kurang dikembangkan oleh petani di Kabupaten Bantul, padahal peluang pasarnya cukup luas.

"Sangat disayangkan, peluang pasar sayuran organik yang cukup luas tidak dimanfaatkan petani di Bantul," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Bantul Edi Suharyanto, Senin.

Ia mengatakan kesadaran petani di Bantul untuk menanam sayuran organik masih sangat terbatas. "Mereka menanam sayuran organik hanya pada musim tertentu, semestinya menanam di segala musim karena harga jualnya bisa tinggi, dan ini akan memberi keuntungan lebih banyak lagi bagi petani," katanya.

Akibatnya, kata dia, pada masa-masa tertentu stok sayuran organik di pasaran sering kosong.

Menurut Edi, pola pikir petani sayuran di Kabupaten Bantul masih terfokus hanya pada volume produksi, dan mereka belum bisa diarahkan ke orientasi bisnis. "Respon petani sayuran di kabupaten ini umumnya agak lamban, hanya petani-petani muda dan tokoh petani yang sudah bisa diarahkan ke orientasi bisnis," katanya.

Kata dia, sayuran organik mulai dikembangkan di Bantul sejak dua tahun terakhir. Sayuran jenis ini ditanam di kantung plastik atau yang biasa disebut ’polybag’.

Sekitar 13.000 polybag berisi tanaman sayuran organik tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Bantul. Dua daerah penghasil sayuran organik terbesar di kabupaten ini adalah Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu dan Desa Gilangrejo, Kecamatan Pandak.

Di Bantul, sayuran organik yang banyak ditanam adalah seledri, loncang, cabe serta terong. Sementara itu, bawang merah dan cabe merah mulai dikembangkan untuk menjadi unggulan produksi sayuran organik kabupaten ini.
Senin, 10 November 2008 | 09:21 WIB
KOMPAS/ Irwan Julianto

Mewaspadai Harga Beras Dunia Yang Mulai Merangkak Naik



Sumber Berita : Sekretariat Jenderal

Dalam laporan yang dikeluarkan FAO yang termuat dalam “FAO Rice Price Update” untuk bulan Januari 2010 terungkap bahwa berdasarkan indeks harga beras fao, menunjukkan bahwa harga beras dunia secara rata-rata untuk tahun 2009 mengalami penurunan sekitar 14,2 % dibandingkan dengan kurun waktu tahun 2008. Penurunan tertinggi dialami beras jenis Indica kualitas rendah yang mencapai penurunan sekitar 31,8 % pada kurun waktu yang sama, sementara untuk jenis beras Japonica justru sedikit mengalami kenaikan di tahun 2009 ini sebesar 8,2 %.

Walaupun demikian, jika diperhatikan secara lebih rinci dengan mendasarkan kepada harga beras bulanan khususnya dengan membandingkan antara harga beras bulan Desember dibandingkan dengan bulan Nopember tahun 2009, menunjukkan bahwa harga beras dunia mengalami peningkatan bahkan beberapa jenis beras harganya juga lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada bulan Desember tahun 2008, sebagaimana ditunjukkan untuk semua jenis beras dari Thailand dan Vietnam. Sebagai contoh harga beras Vietnam 25 % mengalami kenaikan tertingi yang mencapai 51 % lebih dibandingkan dengan harga bulan Desember tahun 2008, sementara untuk jenis beras Thai A Super kenaikannya mencapai 27 % lebih. Hanya beras jenis US California Medium Grain dan Basmati Pakistan yang harganya lebih rendah dibandingkan dengan harga pada bulan yang sama tahun 2008.

Mencermati data ini maka perlu kiranya instansi terkait mengantisipasi kecenderung peningkatan harga beras dunia ini, khususnya dalam kajian terhadap kebijakan impor dan ekspor beras, sehingga harga beras dalam negeri tetap terjaga pada level yang rasional.

Dengan harga minyak dunia yang sekarang berkisar pada harga 70 – 80 US $/barrel, adanya perubahan iklim global, dan bencana alam yang akhir-akhir ini frekuensinya cenderung meningkat, maka bukan tidak mungkin harga beras dunia semakin mahal.

Sumber Berita: Erizal Sodikin, Atase Pertanian KBRI Roma

Mentan Gaet 9 Perusahaan Australia Investasi Pembibitan Sapi di Indonesia














Sumber Berita : Staf Ahli/Tenaga Ahli

DARWIN – Kunjungan kerja Mentan Suswono ke Darwin, Australia selama tiga hari membuahkan hasil. Sembilan perusahaan peternakan Australia telah menyatakan kesiapannya untuk berinvestasi dalam usaha pembibitan sapi di Indonesia. ‘’Mereka siap mendukung program swasembada daging sapi pemerintah Indonesia,’’ kata Mentan di Darwin, Sabbtu (27/3).



Mentan menjelaskan, enam perusahaan telah menandatangani MOU kerjasama B to B pada Jumat (26/03) bersamaan dengan berlangsungnya Konferensi Asosiasi Peternakan Northern Territory (NTCA) 2010 di Darwin, Australia. Kesepakatan ditandatangani setelah peserta NTCA 2010 mendengar presentasi promosi investasi dari tiga gubernur: Gubernur Papua Barat Abraham Octavianus Atufuri, Gubernur NTT Frans Lebu Raya, dan Wagub NTB Badrul Munir.



Mentan Suswono menyambut baik kerjasama bisnis antara GAPSI (Gabungan Pembibitan Sapi Indonesia) dengan sejumlah perusahaan peternakan Australia tersebut. Kesiapan perusahaan Australia untuk investasi dalam pembibitan sapi di Indonesia, kata Mentan, merupakan awal yang baik. ‘’Khususnya dalam mendukung program swasembada daging sapi pada 2014.’’



Enam perusahaan Australia yang menandatangani MOU dengan GAPSI adalah North Australian Cattle Company, Wellard Exports, South East Asia Livestock, Consolidated Pastoral Company, Austrex, dan Landmark Global. Di luar enam perusahaan, menurut Ketua GAPSI Adikelana Adiwoso, masih banyak perusahaan lainnya yang menyatakan berminat. ‘’Sedikitnya tiga perusahaan lagi sudah ingin gabung pada hari kedua konferensi,’’ katanya. GAPSI sendiri dalam proyek pembibitan itu melibatkan setidaknya enam perusahaan nasional, yaitu: PT Santosa Agrindo, PT Agro Giri Perkasa, PT Lembu Jantan Perkasa, PT Kadila Lestari Jaya, PT Widodo Makmur, dan PT Bedikari United Livestock Indonesia.



Dalam forum NTCA 2010, Mentan menegaskan Indonesia serius untuk menjalankan program dan kebijakan swasembada daging sapi. Selama ini, Indonesia adalah pasar besar dari sapi Australia. Jika Anda tidak ingin kehilangan pasar, investasilah mulai sekarang. ‘’Bantu dan dukung kami mencapai swasembada.’’ Mentan mengajak lebih banyak lagi perusahan untuk investasi di Indonesia. ‘’Enam perusahaan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bibit sapi di Indonesia.’’



Usai menghadiri forum NTCA, Mentan melakukan serangkaian pertemuan bilateral G to G dengan pemerintah Australia di Parlianment House Darwin. Mula-mula dengan Mentan Northern Territory Kon Vatskalis, Menteri Bisnis dan Urusan Asia Rob Knight, dan Menteri Pertanian Federal Tony Burke. Ikut hadir mendampingi Mentan RI dalam pertemuan itu antara lain Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anna Mu;awanah, Dirjen Peternakan Kementan, Gubernur Papua Barat, Gubernur NTT, Wagub NTB, Tenaga Ahli Mentan, Kepala Biro Kerjasama Luarnegeri Kementan, Kepala Bapeda NTB, dan Kapus Karantina Peternakan Kementan.



Dalam pertemuan itu pihak Australia mengakui pentingnya Indonesia bagi ekonomi Australia, khususnya sektor peternakan. Mereka berharap, Australia masih bisa berperan penting dalam mencukupi kebutuhan daging sapi meski Indonesia telah bertekad untuk swasembada daging sapi. Mereka juga menyatakan siap mendukung program swasembada dengan harapan Indonesia tidak menutup atau membatasi impor sapi dari Australia.



Mentan Suswono menegaskan, Australia adalah tetangga terdekat. Untuk menutupi kebutuhan daging sapi di dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, tentu masih perlu impor. Selama tidak mendistorsi atau merusak harga sapi dalam negeri, impor sapi masih diperlukan sesuai kebutuhan. Pembatasan dilakukan ketika terjadi oversupplay. Ketika swasembada tercapai pada 2014, impor sapi masih diperlukan sampai sekitar 10%.

Pertemuan tingkat menteri menyepakati dibentuk kelompok kerja yang akan merumuskan dan menindaklanjuti segala bentuk kerjama, forum-forum teknis yang bersifat G to G maupun B to B akan segera dibentuk untuk melakukan pembicaraan dan evaluasi secara periodik.



Selama kunjungan kerja ke Darwin, Mentan banyak ditanya wartawan soal kebijakan pembatasan impor sapi dari Australia. Sejumlah wartawan Australia juga bertanya, apakah Indonesia tidak khawatir jika Australia mengalihkan pasar dan menghentikan ekspor sapi ke Indonesia? Dengan tegas, Mentan menjawab: tidak sama sekali. Sumber atau pemasok daging sapi di dunia ini banyak. Australia dan Selandia hanya bagian dari sekian banyak produsen sapi. Mentan menegaskan, jika Australia tidak mendukung program swasembada daging sapi Indonesia melalui investasi pembibitan di dalam negeri, jangan salahkan Indonesia kita mengajak mitra negara lain. ‘’Saya yakin, Australia tidak akan main-main dan tidak mau kehilangan pasar besarnya begitu saja dari Indonesia.’’

Dalam kunkernya, Mentan dan delegasi RI sempat berkunjung ke sentra peternakan sapi di Tipperary Livestock Station, pusat karantina peternakan sapi NT, dan Ford Private Museum di Winnellie, Darwin.

Pertanian Organik, Ataukah Pertanian Berkelanjutan

Pertanian Organik, Ataukah Pertanian Berkelanjutan
Sumber : Dr. Ir. Yul Harry Bahar

Prof. Dr. F.G. Winarno mengilustrasikan dalam harian Kompas 15 Maret 2004, bahwa konsumen luar negeri, khususnya di negara maju, seperti Eropa, Jepang dan Amerika sangat tertarik akan pangan organik karena motivasi kesehatan, produknya lebih segar, rasanya enak, bagus teksturnya dan memiliki sifat spesifik yang dapat memberikan kepuasan serta kenikmatan tersendiri. Namun hambatan pemasaran pangan organik karena harganya yang tinggi, adanya persepsi masyarakat tentang pangan organik mempunyai penampakan kurang menarik dan tidak segar, bahkan bila ada pangan organik dengan penampilan menarik dan keadaan segar justru muncul kecurigaan akan keaslian pangan organik yang berlabel organik.

Lalu apa yang dicari dalam pertanian organik, dan produk pangan organik macam apa yang akan dipercaya konsumen. Di tengah masih banyak pertanyaan akan pangan organik, seperti pengaruhnya terhadap perbaikan kesehatan dan penyembuhan penyakit, korelasi positif antara metode pertanian yang diterapkan dengan peningkatan mutu gizi pangan yang dihasilkan, maka sebaiknya kita konsisten saja menerapkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture development), atau pembangunan pertanian berkelanjutan.

Mengapa ?. Tidak lain karena perhatian masyarakat tani akan pangan organik di Indonesia masih kecil, karena pangsa pasarnya relatif kecil (sekitar 3 persen saja), terbatas pada kalangan menengah ke atas di daerah perkotaan. Dengan demikian pangsa pasarnya cenderung cepat jenuh, bila produksinya melebihi permintaan, maka harga akan turun drastis. Di negara maju sendiri produk pertanian organik hanya 3-4 persen dari pangsa pasar yang ada, dan terbatas pada konsumen tertentu, sehingga terlalu kecil bila dijadikan target pemasaran ekspor. Di negara kita, pertanian organik masih kesulitan dalam memasarkan produk untuk mendapatkan harga yang layak (meskipun dalam beberapa kasus cukup berhasil), umumnya produk pangan organik dihargai sama dengan produk pertanian biasa.

Agaknya terlalu riskan untuk mengarahkan petani menerapkan pertanian organik, kalau tidak mampu memberikan jaminan dan bukti nyata terhadap peningkatan harga dan pendapatan petani dengan korbanan besar yang harus mereka berikan dalam menerapkan usahatani organik tersebut. Dewasa ini produksi pertanian Indonesia masih berorientasi pada pemenuhan pasar domestik, dimana belum ada perbedaan tegas dari selera konsumen maupun harga antara produk pertanian organik dan non organik. Kenyataan bahwa penerapan teknologi, jumlah unit usahatani dan jumlah produk organik masih terbatas, dan bila diterapkan secara luas aturan dan prosedurnya terlalu rumit bila diterapkan ditingkat petani, serta tingkat produktivitas rendah.


Mengapa Pertanian Berkelanjutan ?.

Pembangunan berkelanjutan saat ini sudah menjadi isu dan perhatian masyarakat dunia, bagitu juga halnya di bidang pertanian. Masalah pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul tahun 1987 dalam sidang WCED, pada waktu itu Mrs. G.H. Bruntland (Perdana Menteri Swedia) menyampaikan laporan dengan judul Our Common Future (hari depan kita bersama). Dalam laporan inilah disebutkan pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Di bidang pertanian diterapkan dengan pendektan pembangunan pertanian berkelanjutan atau berwawasan lingkungan, yang dalam penerapannya sudah termasuk aspek pertanian organik.
Masalah pembangunan berkelanjutan telah diterima sebagai agenda politik oleh semua negara di dunia (sebagaimana dikemukakan dalam Agenda 21, Rio de Jeneiro, 1992). Ditegaskan bahwa pembangunan ekonomi jangka panjang dapat dilakukan bila dikaitkan dengan masalah perlindungan lingkungan, dan masalah ini hanya akan didapat bila terbangun kemitraan yang baik dengan mengikutsertakan pemerintah, masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Disaming itu perlu keseimbangan dalam menangani atau melaksanakan pembangunan dengan memperhatikan kepentingan lingkungan.

Pertemuan Johanesberg, Afrika Selatan (2-4 September 2002) yang dikenal sebagai Pertemuan Puncak Pembangunan Berkelanjutan (World Summit On Sustainable Development), telah menghasilkan Deklarasi Johanensberg, antara lain menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan membutuhkan pandangan dan penanganan jangka panjang dengan partisipasi penuh semua pihak. Kelimpahan keanekaragaman yang dimiliki dapat dikembangkan sebagai kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dalam pembangunan berkelanjutan. Masyarakat global telah diberkati dengan berbagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu diperlukan langkah-langkah penting untuk menjamin keberlanjutan dan ketersediaan sumberdaya alam tersebut.

Penerapan pertanian organik merupakan salah satu dari pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan, karena itu pengembangan pertanian organik tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan bukan berarti penggunaan bahan kimiawi pertanian (agrochemical) tidak diperbolehkan sama sekali, namun sampai batas tertentu masih dimungkinkan. Hal ini juga dipakai dalam penerapan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) selama ini. Masalah pembangunan pertanian berkelanjutan telah diintegrasikan dalam program pembangunan pertanian yang diterapkan dewasa ini. Dalam Grand Strategi Pembangunan Pertanian disebutkan bahwa pembangunan pertanian hasus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memadukan antara aspek organisasi, kelembagaan, ekonomi, teknologi dan ekologis. Pembangunan agribisnis dilakukan dengan memberdayakan dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya hayati, pengembangan produksi dengan tetap menjaga pelestarian dan konservasi sumberdaya alam (hutan, tanah dan air), menumbuh kembangkan kelembagaan lokal dan melegalkan hal ulayat masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kegiatan pertanian (communal resources management), serta dengan meningkatkan nilai tambah dan manfaat hasil pertanian.


Perinsip Pembangunanan Pertanian Berkelanjutan
Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik diartikan sebagai praktek pertanian secara alami tanpa upupk buatan dan sedikit mungkin melakukan pengolahan tanah. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani kita untuk menerpkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.

Pengelolaan agribisnis hortikultura berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas hasrus yang menbguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis. Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah;


1. Pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam.
2. Proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat.
3. Penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah)
4. Produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.






Peranam masyarakat lokal sangat penting dlam menerapkan pembangunan berkelanjutan, karena itu kearifan lokal yang telah dimiliki oleh nenek dan kakek moyang kita dalam melakukan kegiatan usahatani perlu dipelajari dan diterapkan kembali. Disamping itu Kelembagaan masyarakat yang telah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat merupakan potensi besar untuk dikembangkan menjadi lembaga agribisnis, karena pimpinan/tokoh dari lembaga ini telah terbiasa dan mengerti tentang keadaan sumbedaya di daerah tersebut dan beradaptasi dengan kondisi setempat, serta mampu mengelola secara baik dan mandiri (Communal Resources Management).

Perlu upaya khusus dalam merubah paradigma berfirkir petani dari pendekatan pertanian untuk meningkatkan produksi menajadi pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis (usaha dan keungungan), serta pertanian berkelanjutan (sustainable development). Memperhatikan kelestarian sumberaya alam dan menjaga keanekaragaman flora dan fauna, sehingga siklus-siklus ekologis dapar berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya.

PERBAIKAN PEDOMAN STATISTIK DAN SURVEI PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA

PERBAIKAN PEDOMAN STATISTIK DAN SURVEI PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA


PENDAHULUAN

Data dan informasi sangat penting untuk melihat perkembangan dan keberhasilan pelaksanaan program, bahan evaluasi dan pelaporan, bahan pertimbangan untuk perumusan perencanaan dan kebijakan, serta sebagai dasar untuk menghitung capaian kinerja suatu program. Kualitas data hortikultura secara tidak langsung akan mempengaruhi sub sektor hortikultura, hal ini disebabkan data dan informasi merupakan aspek yang sangat penting dalam perumusan perencanaan dan evaluasi hasil kegiatan pengembangan agribisnis hortikultura. Mengingat pentingnya data dan informasi, maka perhatian terhadap pengelolaan data harus dilakukan secara baik, sehingga kualitas data dapat ditingkatkan dalam arti valid, akurat dan up to date.

Sampai saat ini data produktivitas hortikultura masih dihitung berdasarkan data luas panen dan produksi hortikultura yang dilaporkan oleh petugas kecamatan melalui formulir SP (Survei Pertanian), dengan metode wawancara atau eye estimate. Cara ini diakui memang belum optimal, keakurasiannya sangat tergantung pada pengalaman dan keahlian petugas, dan cenderung bias. Untuk memperoleh data produktivitas hortikultura yang sesuai dengan kondisi riil di lapangan khususnya untuk komoditas unggulan nasional, diperlukan pengumpulan data produktivitas (ubinan).

Pedoman pengumpulan data tanaman pangan dan hortikultura yang dibuat tahun 1999 dan disempurnakan tahun 2002, sekarang perlu disempurnakan lagi dan sudah saatnya untuk dipisahkan dengan pedoman pengumpulan data tanaman pangan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan :

a Struktur organisasi Ditjen Hortikultura telah terpisah dari Ditjen Tanaman Pangan mulai tahun 2000, dan masing-masing mempunyai unit kerja yang menangani Data dan Informasi

b Pada Badan Pusat Statistik, secara organisasi statistik hortikultura telah terpisah dengan statistik tanaman pangan yaitu dengan adanya Subdit Statistik Tanaman Pangan dan Subdit Statistik Hortikultura.

c Pada PUSDATIN, unit kerja yang menangani data hortikultura sudah terpisah dengan data tanaman pangan yaitu dengan adanya Sub Bidang Data Hortikultura dan Perkebunan dan Sub Bidang Data Tanaman Pangan dan Peternakan.

Dengan pemisahan akan lebih memudahkan dalam pengelolaan, penyempurnaan dan perubahan, disamping dengan metode pengukuran produktivitas yang lebih baik maka hasilnya akan lebih akurat. Sehubungan dengan itu maka Ditjen Hortikultura telah melakukan pembahasan metodologi pengumpulan data produktivitas hortikultura dan penyempurnaan pedoman pengumpulan data statistik hortikultura.

PELAKSANAAN

Pertemuan pembahasan metodologi pengumpulan data produktivitas hortikultura dan penyempurnaan pedoman pengumpulan data statistik hortikultura, dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 4 Mei 2007 bertempat di Hotel Permata Alam Cisarua Bogor. Tujuan dari pertemuan ini adalah : (1) menyempurnakan metodologi pengumpulan data produktivitas (ubinan) yang telah dimulai sejak tahun-tahun sebelumnya baik oleh BPS maupun PUSDATIN, (2) agar penanganan pengumpulan data hortikultura lebih fokus dan mendapat perhatian yang lebih baik. Hadir pada pertemuan tersebut Ketua Jurusan Statistik IPB (Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si), Kasubdit Statistik Hortikultura BPS bersama staf, Kabid Data Hortikultura dan Perkebunan PUSDATIN beserta staf, Pejabat/Staf Koordinator Data lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura. Pertemuan telah dibuka secara resmi oleh Sekditjen Hortikultura. dengan memberikan arahan dan saran bagi penyempurnaan metode maupun cakupan data.

PUSDATIN menindaklanjuti pertemuan pada tanggal 21 Mei 2007 bertempat di PUSDATIN, dalam rangka mengkoordinasikan pertemuan antara Ditjen Hortikultura, Ditjen Tanaman Pangan dan BPS untuk menfinalkan penyempurnaan pedoman. Hadir pada pertemuan tersebut Direktur Statistik BPS bersama staf, Kabid Data lingkup PUSDATIN beserta staf, wakil dari Ditjen Hortikultura dan Ditjen Tanaman Pangan



HASIL PERTEMUAN :

1. Penyajian metodologi pengumpulan data produktivitas baik oleh PUSDATIN maupun BPS masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu PUSDATIN dan BPS akan menyempurnakan metodologi dimaksud berdasarkan masukan dan saran dari Ketua Jurusan Statistik IPB, maupun dari peserta pertemuan, selanjutnya baru diaplikasikan pada survei lapangan.

2. Dari hasil pembahasan penyempurnaan pedoman pengumpulan data hortikultura terjadi perubahan nama formulir dari Survei Pertanian (SP) menjadi Statistik Pertanian Hortikultura (SPH). Terhadap formulir komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman biofarmaka dilakukan perubahan/penyempurnaan dalam nama format, informasi yang dicatat, bentuk format (kolom), cakupan komoditas, dan lain-lain.

3. Formulir SP IV (Laporan Luas Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan/OPT) yang semula dilaporkan setiap bulan menjadi tidak ada, baik pada Ditjen Hortikultura maupun Ditjen Tanaman Pangan, dengan pertimbangan bahwa pengumpulan data OPT telah ditampung dalam SIM Perlindungan dan secara rutin telah disampaikan ke Direktorat Perlindungan. Namun demikian KCD/Mantri Tani tetap melaporkan data puso pada setiap laporan SP-Tanaman Pangan maupun SP-Hortikultura.

4. Formulir SP VB (untuk pengumpulan data alsintan) khusus untuk Ditjen Hortikultura data yang dilaporkan adalah peralatan pasca panen mengingat peralatan pasca panen komoditas hortikultura sangat spesifik dan berbeda dengan komoditas tanaman pangan dengan nama SPH-ALSIN. Sedangkan laporan data untuk peralatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pemberantasan OPT dan pengairan ditampung pada SP- Alsintan Tanaman Pangan mengingat peralatan tersebut bisa digunakan baik untuk komoditas tanaman pangan maupun komoditas hortikultura, sehingga pada daftar yang harus diisi oleh KCD/Mantri Tani disediakan dua kolom (kolom untuk tanaman pangan dan kolom untuk non tanaman pangan).

5. Formulir SP VC (Laporan Perbenihan), menjadi SPH-BN (Statistik Pertanian Hortikultura Perbenihan). Pada SPH-BN ini akan dilaporkan setiap tahun mengenai jumlah penangkar/produsen benih, jumlah perdagangan benih dan jumlah penggunaan benih. Cakupan komoditi yang masuk dalam SPH-BN meliputi; tanaman sayuran (13 komoditas), tanaman buah-buahan (13 komoditas), tanaman hias (7 komoditas) dan tanaman biofarmaka (7 komoditas).

6. Formulir Statistik Pertanian Hortikultura (SPH) yang baru untuk masing-masing kelompok komoditas dan aspek yang mengalami perubahan dapat dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 1 : Formulir Statistik Pertanian Hortikultura

No


Formulir Lama


Formulir Baru


Komoditas/Aspek/ Frekuensi

1.


SP IIA


SPH-SBS


Laporan Tan. Sayuran dan Buah-buahan Semusim (Bulanan)

2.


SP IIIA


SPH-BST


Laporan Tan. Buah-buahan dan Sayuran Tahunan (Triwulan)

3.


SP IIB


SPH-TBF


Laporan Tanaman Biofarmaka (Triwulan)

4.


SP IIIB


SPH-TH


Laporan Tanaman Hias (Triwulan)

5.


SP VB


SPH-ALSIN


Laporan Alat dan Mesin Pertanian Hortikultura (Tahunan)

6.


SP VC


SPH- BN


Laporan Perbenihan Hortikultura (Tahunan)

7. Cakupan komoditas data yang dikumpulkan oleh petugas (Mantri Tani/KCD maupun PPL) melalui formulir SPH meningkat dari semula 71 komoditas menjadi 90 komoditas, dengan peningkatan terbesar pada tanaman hias (12 komoditas) Sedangkan tambahan untuk tanaman sayuran (2 komoditas), tambahan untuk tanaman buah-buahan (3 komoditas), tambahan untuk tanaman biofarmaka (2 komoditas). Cakupan komoditas dalam Statistik Hortikultura dapat dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 3 : Cakupan komoditas dalam Statistik Pertanian Hortikultura

No


Komoditas


Lama


Baru


Tambahan

1.


Sayuran


23


25


2

2.


Buah-buahan


23


26


3

3.


Tanaman Hias


12


24


12

4.


Tanaman Biofarmaka


13


15


2




Jumlah


71


90


19

8. Ditjen Hortikultura akan menyempurnakan lagi untuk konsep dan definisi dalam pedoman statistik hortikultura ini sedangkan BPS untuk pengolahan data.

9. Legalitas buku pedoman yang baru akan dibuat dalam bentuk SKB (Surat Keputusan Bersama) antara BPS dan Ditjen Hortikultura (untuk buku pedoman SP-Hortikultura) dan antara BPS dan Ditjen Tanaman Pangan (untuk buku pedoman SP-Tanaman Pangan), SKB ini akan dilampirkan pada buku pedoman yang baru Disamping itu dalam buku pedoman juga memuat pengantar dari Kepala BPS dan sambutan dari Direktur Jenderal.

10. Buku pedoman yang baru akan digunakan untuk pengumpulan data hortikultura mulai tahun 2008 dan sekaligus juga dilakukan perbaikan e-form. Dengan demikian data ini baru dapat disajikan pada ASEM dan ATAP 2008 di Tahun 2009.



TINDAK LANJUT

1 Dengan adanya penambahan komoditas hortikultura yang dilaporkan melalui Formulir SPH, maka terjadi penambahan formulir register untuk Mantri Tani/KCD, formulir register tersebut harus dicetak bersamaan dengan formulir SP, namun demikian BPS belum menyediakan anggaran untuk pencetakan register tersebut sehingga dibebankan kepada Ditjen Hortikultura untuk menampung biaya pencetakan tersebut sebesar Rp. 50 juta. Direncanakan pembiayaan ini akan ditampung pada anggaran tambahan tahun 2007 atau anggaran tahun 2008.

2 Dengan berkembangnya jumlah kecamatan maka pencetakan kuesioner oleh BPS dirasa masih kurang, untuk itu disarankan agar ditampung pada dana dekonsentrasi setiap daerah baik yang bersumber dari Ditjen Hortikultura maupun Ditjen Tanaman Pangan.

3 Perkiraan kebutuhan buku pedoman yang baru kurang lebih sebanyak 12.000.000 buku, dana pencetakan buku pedoman yang ada pada Ditjen Hortikultura hanya 4.000 buku, sehingga kekurangannya sebanyak 8.000 buku akan dianggarkan pada tahun 2008 (Ditjen Hortikultura sebanyak 4.000 buku dan PUSDATIN sebanyak 4.000 buku).

4 Sosialisasi buku pedoman yang baru akan dilaksanakan pada saat kegiatan refresing ke 16 propinsi lokasi progam P2BN, dengan penekanan materi ubinan komoditas padi, dan disisipkan sosialisasi penyempurnaan buku pedoman hortikultura, dengan agenda yang terlebih dahulu dikomunikasikan dengan Kepala Bagian Perencanaan Ditjen Tanaman Pangan. Dalam kegiatan refresing Ditjen Hortikultura akan berpartisipasi dalam pelaksanaan maupun monitoring.



INSTANSI TERKAIT

1. PUSDATIN, Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian

2. Badan Pusat Statistik

3. Ditjen Tanaman Pangan

4. Dinas Pertanian Propinsi, Kabupaten/Kota

5. Mantri Tani/Mantri Statistik

Sambutan Menteri Pertanian Pada forum Komunikasi Statistik dan Sistem Informasi Pertanian


Sambutan Menteri Pertanian

Pada forum Komunikasi Statistik dan

Sistem Informasi Pertanian

di Hotel Sahir Raya Bali

Denpasar, 31 Mei - 2 Juni 2006


Assalamu'alikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat:

1. Saudara Gubernur Bali,

2. Saudara-Saudara Pejabat Eselon I lingkup Departemen Pertanian,

3. Saudara Drs. Made Urif, Anggota Komisi IV DPR-RI,

4. Saudara Kepala Badan Pusat statistik (BPS),

5. Saudara-Saudara Pejabat Eselon II lingkup Departemen Pertanian dan BPS

6. Saudara-Saudara Kepala Dinas lingkup Pertanian Provinsi seluruh INdonesai,

7. Saudara-Saudara Kepala Dinas lingkup Pertanian Kabupaten di Provinsi Bali,

8. Para undangnan Forum Komunikasi Statistik dan Sistem Informasi Pertanian,


Pertama-tama marilah kita panjatan puji syukur ke hadirat allah SWT, bahwa kita pada malam ini dapat berkumpul bersama pada acara forum Komunikasi Statistik dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2006 di Hotel Sahid Raya Bali, dalam keadan sehat wal'afiat, senantiasa dalam perlindungan dan rahmatNya sehingga memungkinkan terselenggaranya Forum ini.

Atas nama pimpinan Departemen Pertaniann, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada panitia, para peserta Forum dan para narasumber atas kerjasamanya dan terselenggaranya Form Komunikasi Statistik dan Sistem Informasi Pertanian tahun 2006 yang dilaksanakan mulai hari ini sampai dengana lusa. Saya berharap pada forum ini peserta dapat saling bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka koordinasi, singkronisasi dan integrasi kegiatan penyelenggaraan statistik dan sistem informasi pertanian tahun 2006 dan 2007, sehingga upaya kita untuk meningkatkan kualitas data dan sistem informasi pertanian dalam ranaka mendukung penyusunan kebijakan pembangunan pertanian dapat terus dilakukan.

Saudara-Saudara yang saya hormati,

Menyadari pentingnya peranan data dan informasi pertanian sebagai unsur yang strategis dalam pencapaian visi dan misi pembangunan Pertanian, maka dipandang perlu agar pengelolaan data dan informasi pertanian disinkronkan dan diintegrasikan mulai dari tingkat Kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat. Mekanisme pengumpulan data secara berjenjang mulai dari pengumpulan data di kecamatan dikirim ke kabupaten selanjutnya diteruskan ke provinsi dan pusat, agar secara reguler dievaluasi dan diperbaiki sehingga kualitas data pertanian dari waktu ke waktu dapat ditingkatkan.

Kenyataan yang terjadi pada masa transisi saat ini, para pengelola data daan informasi pertanian masih dihadapkan pada berbagai permasalahan. aliran data belum lancar seperti yang diharapkan. Masih terdapat berbagai kendala dalam menyampaikan laporan berkala ke provinsi yang menyebabkan penyampaian data sering terlambat. Akibatnya agregasi data pertanian tidak dapat dikompilasi di tingkat pusat secara tepat waktu. Hal ini dapat menimbulkan hambatan dalam proses perencanan dan perumusan kebijakan pembangunan pertanian. Kendala dan permasalahan dimaksud antara lain adalah : (1) masih lemahnya metodologi pengumpulan data untuk masing-masing sub sektor, (2) lemahnya kelembagaan penyelenggara statistik pertanian di daerah, (3) belum memadainya sarana pengumpulan, pengolahan dan diseminasi data & informasi pertanian, (4) masih rendahnya kualitas sumberdaya ,(5) rendahnya alokasi dana untuk kegiatan statistik dan sistem informasi pertanian serta terbatasnya insentif bagi petugas pengumpul data masing-masing sub sektor.

Hadirin sekalian yang saya hormati,

Untuk mengatasi kendala atau hambatan dalam pengelolaan data dan sistem informasi pertanian tersebut, Departemen Pertanian telah melakukan berbagai upaya ntara lain melakukan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPTP), LAPAN serta Dinas lingkup Pertanian. Dengana berbagai instansi tersebut telah dilakukan perbaikan dan penyempurnaan metodologi pengumpulan data tanaman pangan dan hortikultura dengan memanfaatkan teknologi komunikasi data citra satelit. Sedanagkan untuk komoditi peternakan telah dilakukan pengembnagan metode pemotongan hewan di pasar melalaui pencacahan lengkap. Perbaikan dan penyempurnaan metodologi pengumpulan data perebunan telah dilakukan kerjasma dengan BPS dan Dinas Perkebunan untuk melakukan estimasi data produktivitas komoditi perkebunan rakyat.

Berbagai peralatan yang diperlukan oleh petugas pengumpul data juga telah dilengkapi seperti alat ubinan, timbngan, alat pengukur kadar air, dan kalkulator. Disamping itu, guna memberikan apresiasi dan motivasi berprestasi kepada para petugas dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sehubungan dengan pengumpulan data pertanian diberikan insentif secara berkala disamping pelatihan statistik atau refresing tentang metode pengumpulan, pengolahan dan penyajian data pertanian.

Dari sisi dukungan anggaran telah pula dialokasikan data untuk perbaiakan dan penyempurnaan metodologi pengumpulan data pertanian termasuk pengkatan kualitas petugas pengumpul dan pengolah data di tingkat kabupaten, propinsi dan mantri tani selaku ujung tombak pengumpul data di tingkat kecamatan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir telah dilatih 5.800 mantri tani/KCD dan mantri statistik/KSK tentang pengumpulan dan pengolahan data/statistik ditingkat kecamatan.

Pada kegiatan lainnya, melalui proyek pengembnagna sistem "Land Use Data Management (LUDM)" telah dibangun basis data penggunaan lahan pertanian, sistem entri dan pelaporan data terpadu menggunakan formulir elektronik (e-Form) berbasis web menggunakan fasilitas internet. Kegiatan ini diharapkan akan memperkuat dalam kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data dan informasi pertanian di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat. Fasilitas tersebut diharapkan dapat dimanfatkan sebaik-baiknya oleh seluruh jajaran Departemen Pertanian, Dinas terkait di daerah dan para pengguna data lainnya seperti petani, kelompok tani serta masyarakat luas lainnya.

Saudara-Saudara sekalian yang berbahagia,

Tidak kalah pentingnya teknologi informasi dalam bidang pertanian. sistem Informasi Pertanian, yang terus dikembangkan oleh Departemen Pertanian harus mampu mendukung keutuhan informasi bagi pemerintah, petani/swasta dan pelaku usahatani lainnya dalam pembangunan pertanian secara menyeluruh.

Bagi petani, informasi yang disampaikan harus mampu membimbing kapan sebaiknya petani menanam, dan dalam kondisi mana sebiknya petani mulai melaksanakan pemupukannya. Petani juga sangat memerlukan informasi di mana mereka bisa memperoleh sarana produksi dan dengan harga berapa, serta kemana mereka harus menjual produksinya dan dengan harga berapa, Para pelaku usahatani juga sangat memerlukan informasi daerah-daerah yang akan panen dan dalam jumlah berapa, daerah-daerah mana yang kurang stock dan daerah-daerah mana yang kelebihan stock, Dengan cara aini para petani ataupun pelaku usahatani mempunyai banyak pilihan dan pertimbangan sebelum membuat suatu keputusan menjaul ataupun membeli. Dengan demikian, maka pengembngan sistem usahatani mutlak memerlukan informasi yang sangat cepat, akurat dan dinamis.

Melihat potensi telpon seluler yang pertumbuhannya sangat tinggi, diamana pengguna telpon seluler jauh melebihi pengguna internet yang lambt laut pasti akan mencapai daerah pedesaan, saya berkeyakinann bahwa sarana ini punya potensi yang besar untuk dijadikan sebagai sarana komunikasi data dan informasi pertanian. Bagi petani ataupun usahatani, telpon seluler ini dapat digunakan untuk mengakses berbagai informasi agribisnis seperti harga komoditi dan harga-harga sarana produksi dari pasar-pasar yang ada di kota-kota besar di seluruh Indonesia.




Bagi masyarakat yang ingin menyampaikan permasalahan atau berkonsultasi tentang seluk beluk pertanian dapat memanfaatkan fasilitas SMS dan mengirimkan hal tersebut melalui Nomor SMS Center Departemen Pertanian adalah 0813 8 303 4444, demikian pula halnya para petugas pelayanan informasi pasar yang ada di dinas-dinas pertanian dapat menyampaikan atau mengirim data/informasi pertanian seperti harga komoditi, luas tanam, luas panen, dan lain-lain langsung ke dalam server komputer di pusat melalui SMS Center Deptan.

Untuk melakukan evaluasi hasil pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah maupun untuk keperluan perencanaan pembangunan pertanian, diperlukan berbagai jenis data untuk keempat sub-sektor terutama data produksi, produktivitas serta harga. Khusus yang berkaitan dengan usaha peningkatan pendapatan dan taraf hidup rumah tangga pertanian, diperlukan data mengenai pendapatan/penerimaan rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian, penguasaan dan penggunaan lahan dan keadaan sosial ekonomi rumah tangga pertanian.

Dalam rangka menyusun perencanaan yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan petani, diperlukan adanya kegiatan untuk membangun basisdata profil rumah tangga pertanian yang rinci, khususnya yang berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi rumah tangga pertanian, tingkat pendapatan beserta strukturnya tidak saja di tingkat kabupaten dan propinsi tetapi juga di tingkat kecamatan. Untuk data pendukung saya mengharapkan agar juga dilengkapi dengan data kelembagaan dan data infrastruktur yang terkait dengan pembangunan pertanian.

Para peserta Forum yang saya hormati,

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas pada kesempatan ini saya ingin menghimbau hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu adanya pembagian kewenangan dan tugas serta kerjasama yang lebih erat dalam penyelenggaraan statistik dan sistem informasi pertanian antara berbagai institusi baik di pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota.

2. Dalam rangka pemberdayaan dan penguatan kelembagaan unit data dan sistem informasi pertanian, diperlukan adanya dukungan baik dari pimpinan eksekutif, seperti para Gubernur, para Bupati/Walikota, para Kepala Dinas lingkup Pertanian maupun legislatif, terhadap keberlangsungan kelembagaan unit data dan sistem informasi tersebut di jajaran unit instansi daerah baik ditingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat Propinsi.

3. Guna memujudkan keterpaduan sistem jaringan pengelolaan data ditingkat pusat dan daerah, kiranya dapat dialokasikan anggaran yang cukup memadai untuk kegiatan perstatistikan dan sistem informasi melalui dana dekonsentrasi maupun APBD I dan APBD II, termasuk anggaran untuk tambahan insentif bagi para petugas pengumpul data di tingkat kecamatan, kabupaten/kotamadya dan propinsi secara berkala dan berkelanjutan;

4. Untuk memperlancar pelaksanaan tugas para pengelola data, diharapkan adanya upaya untuk peningkatan sarana/prasarana yang diperlukan untuk kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data pertanian; termasuk peningkatan fasilitas teknologi informasi dan pengembangan web site di unit kerja masing-masing.

5. Guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia diharapkan adanya kegiatan pelatihan statistik dan komputer secara berkelanjutan bagi petugas statistik di tingkat kecamatan (Mantri Tani/KCD, Mantri Kebun, Mantri Kehewanan dan Mantri Statistik/KSK), tingkat kabupaten/kotamadya dan propinsi;

Para peserta Forum yang saya hormati,

Demikian sambutan saya secara umum, mudah-mudahan beberapa masukan tersebut di atas dapat dibahas dan diperoleh alternatif pemecahan untuk berbagai masalah yang ada dalam rangka meningkatkan kualitas data dan statistik pertanian untuk mendukung program pembangunan pertanian di masa mendatang.

Akhirul kata, billahi taufik wal hidayah,

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Terima kasih dan selamat berdiskusi.

Menteri Pertanian,

Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS.

KELEMBAGAAN PERLINDUNGAN TANAMAN

Berbagai program dan kegiatan perlindungan tanaman dikelola dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga khusus, baik yang ada di pemerintah, industri, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat tani.
A. Kelembagaan Perlindungan Tanaman Pemerintah
Susunan organisasi dan program kerja perlindungan tanaman di organisasikan pemerintah bervariasi, sangat ditentukan oleh struktur organisasi kabinet pada periode pemerintahan tertentu.
1. Jenis Lembaga
a. Pemerintah Pusat
Dalam jajaran pembantu Menteri Pertanian periode 2004-2009 di samping beberapa pejabat eselon I, termasuk 5 Staf Ahli Menteri Pertanian, terdapat 4 Tenaga Ahli. Salah satu Tenaga Ahli bidang Perlindungan Tanaman. Selanjutnya, kelembagaan perlindungan tanaman pusat di Departemen Pertanian tersebar di beberapa lembaga eselon I yaitu :
1. Pusat Karantina Tumbuhan di Bawah Badan Karantina Pertanian.
2. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman mempunyai 2 UPT, yaitu Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT).
3. Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura di Pasar Minggu, Jakarta. Direktorat ini belum mempunyai UPT.
4. Direktorat Perlindungan Perkebunan untuk sementara ini masih mempunyai (4) UPT Pusat, yaitu Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) yang ada di Medan, Jombang, Pontianak, dan Ambon.

b. Pemerintahan Propinsi
Dengan Otonomi Daerah, keberadaan dan struktur organisasi Dinas Pertanian menjadi sangat beragam antarpropinsi. Dalam organisasi Pemerintah Propinsi terdapat dua dinas yang mungkin membawahi bidang perlindungan tanaman, yaitu Dinas Pertanian ( Tanaman Pangan dan/atau Hortikultura) dan Dinas Perkebunan. Disamping subdinas/seksi perlindungan tanaman dan hortikultura, yaitu UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH). Di setiap propinsi terdapat perangkat Brigade Proteksi Tanaman (BPT) yanag berfungsi melaksanakan dan atau membantu pengendalian ekspolsi dan sumber serangan OPT yang terjadi di wilayah kerjanya. Di subsektor Perkebunan direncanakan pada iap propinsi dapat beroperasi BPTP ( Balai Proteksi Tanaman Perkebunan) atau sub-BPTP lengkap dengan instalasinya yang meliputi :
1. Laboratorium Lapangan (LL)
2. Wilayah Pengamatan
3. Laboratorium Utama Pengendalian Hayati (LUPH)
4. Laboratorium Pengendalian Hama Vertebrata (LPHV)
5. Satuan Alat Peralatan Pemberantasan / Brigade Proteksi Tanaman (BPT)
6. Laboratorium Analisis Pestisida (LAP).

c. Pemerintah Kabupaten/ Kota
Lembaga perlindungan tanaman perkebunan di pemerintah kabupaten biasanya berada di Dinas Pertanian atau Dinas Kehutanan dan Perkebunan sebagai bidang atau seksi. Tugas pokok PHT/POPT yang berada di kecamatan adalah menyiapkan, merencanakan, melaksanakan, mengembangkan mengevaluasi, membimbing dan melaporkan pengawasan, analisis peramalan serta melakukan pencegahan. Di tingkat kecamatan/lapangan terdapat Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan Mantri tani/Kepala Cabang Dinas (KCD) yang mempunyai peran dalam menyebarkan informasi tentang OPT dan cara pengendaliannya kepada petani di wilayahnya masing-masing, serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengendalian OPT yang dilakukan petani.
1. Kewenangan
a. Pemerintah Pusat
Dengan pelaksanaan otonomi daerah sebagian besar tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat diserahkan atau dilimpahkan kepada Pemerintahan Daerah. Beberapa kewenangan perlindungan tanaman yang ada di pemerintah Pusat adalah sebagai berikut :
1. Karantina pertanian sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat karena tidak dilimpahkan ke propinsi maupun kabupaten.
2. Pengaturan dan pengawasan produksi, peredaran, dan pemusnahan pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya, obat hewan, vaksin, antigen.
3. Penetapan norma dan standar teknis pemberantasan OPT pertanian
4. Penetapan kriteria dan kriteria konservasi sumberdaya hayati dan ekosistemnya yang meliputi perlidungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari dibidang perkebunan.
5. Penetapan kriteria dan standar dalam penyelenggaraan penggunaan dan penanggulangan bencana pada areal perkebunan.

b. Pemerintah Propinsi
Kewenangan Pemerintah propinsi dalam bidang perlindungan tanaman meliputi :
1. Pengaturan dan pelaksanaan penanggulangan wabah hama dan penyakit menular di bidang pertanian lintas Kabupaten/Kota
2. Penyediaan dukungan pengendalian eradikasi organisme pengganggu tumbuhan, hama, dan penyakit dibidang pertanian lintas Kabupaten/Kota
3. Pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan eksplosi organisme pengganggu tumbuhan dan penyakit di bidang pertanian.

c. Pemerintah Kabupaten/ Kota
Kewenangan Kabupaten Kota di bidang pertanian mulai dari kewenangan perencanaan dan pengendalian, pengelolaan sumber daya alam, prasarana dan sarana pertanian sampai kepengembangan data dan informasi pertanian.
Beberapa kewenangan Pemerintah Kabupaten khusus dalam bidang perlindungan tanaman antara lain :
1. Demonstrasi teknologi pertanian spesifik lokasi.
2. Bimbingan penerapan teknologi pertanian spesifik lokasi
3. Pemantauan dan pengawasan penerapan teknologi pertanian spesifik lokasi
4. Pengkajian dan pemberian bimbingan terhadap penerapan teknolgi yang sesuai dengan tipe ekologi lahan
5. Pengembangan SDM baik petugas penyuluh pertanian dan petani maupun dan pengembangan kelembagaan petani
6. Pelaksanaan dan bimbingan penyuluhan pertanian, pengembangan institusi penyulyhan yang terkait
7. Pengumpulan, pengolahan, analisis data dan statistik serta informasi pertanian

Kamis, 11 Maret 2010

Rahasia Sumur Zam-zam

Rahasia Sumur Zam-zam
May 29th, 2009
Selama ini kita mengenal sumur Zamzam dari buku-buku agama. Namun sebenarnya ada sisi ilmiah saintifiknya juga looh. Cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang air adalah hydrogeologi.
- Khasiat air Zam-zam tentunya bukan disini yang mesti menjelaskan, tapi kalau dongengan geologi sumur Zam-zam mungkin bisa dijelaskan disini. Sedikit cerita Pra-Islam, atau sebelum kelahiran Nabi Muhammad, diawali dengan kisah Isteri dari Nabi Ibrahim, Siti Hajar, yang mencari air untuk anaknya yang cerita selanjutnya bisa ditanyakan ke Wak Haji disebelah ya. Sumur ini kemudian tidak banyak atau bahkan tidak ada ceritanya, sehingga sumur ini dikabarkan hilang.
Sumur Zam-zam yang sekarang ini kita lihat adalah sumur yang digali oleh Abdul Muthalib kakeknya Nabi Muhammad. Sehingga saat ini, dari “ilmu persumuran” maka sumur Zam-zam termasuk kategori sumur gali (Dug Water Well).
Dimensi dan Profil Sumur Zam-zam
Bentuk sumur Zam-zam dapat dilihat dibawah ini.
Sumur ini memiliki kedalaman sekitar 30.5 meter. Hingga kedalaman 13.5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Lapisan ini berisi batupasir hasil transportasi dari lain tempat. Mungkin saja dahulu ada lembah yang dialiri sungai yang saat ini sudah kering. Atau dapat pula merupakan dataran rendah hasil runtuhan atau penumpukan hasil pelapukan batuan yang lebih tinggi topografinya.
Dibawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter (0.5 m) lapisan yang sangat lulus air (permeable). Lapisan yang sangat lulus air inilah yang merupakan tempat utama keluarnya air-air di sumur Zam-zam.
Kedalaman 17 meter kebawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit. Batuan beku jenis ini (Diorit) memang agak jarang dijumpai di Indonesia atau di Jawa, tetapi sangat banyak dijumpai di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Dulu ada yang menduga retakan ini menuju laut Merah. Tetapi tidak ada (barangkali saja saya belum menemukan) laporan geologi yang menunjukkan hal itu.
Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Celah-celah atau rekahan ini salah satu yang mengeluarkan air cukup banyak. Ada celah (rekahan) yang memanjang kearah hajar Aswad dengan panjang 75 cm denga ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil kearah Shaffa dan Marwa.
Keterangan geometris lainnya, celah sumur dibawah tempat Thawaf 1.56 m, kedalaman total dari bibir sumur 30 m, kedalaman air dari bibir sumur = 4 m, kedalaman mata air 13 m, Dari mata air sampai dasar sumur 17 m, dan diameter sumur berkisar antara 1.46 hingga 2.66 meter.

Cerita Rakyat : Roro Jonggrang

Cerita Rakyat : Roro Jonggrang
PostDateIcon January 3rd, 2010

Cerita Rakyat Roro JonggrangAlkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang.
Roro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya”, ujar Roro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”. Roro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar.

Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Roro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso. “Bagaimana, Roro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Roro Jonggrang mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,” Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”. “Bukan itu, tuanku, kata Roro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Roro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah.

Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!” Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso.

Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah. Sementara itu, diam-diam Roro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar Roro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!” perintah Roro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung…dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin. Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Roro Jonggrang ke tempat candi. “Candi yang kau minta sudah berdiri!”. Roro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Roro Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu.

Ia menjadi sangat murka. “Tidak mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Roro Jonggrang. “Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada Roro Jonggrang. Ajaib! Roro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Roro Jonggrang.

Selasa, 09 Maret 2010

Prabu Brawijaya

Prabu Brawijaya atau kadang disebut BrawijayaV adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat, beliau memerintah sampai tahun 1478. namun, tokoh ini diperkirakan sebagai tokoh fiksi namun sangat legendaris. Ia sering dianggap sama dengan Bhre Kertabhumi, yaitu nama yang ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton dan kronik kuil Sam Po Kong di Semarang. Namun pendapat lain mengatakan bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya, yaitu tokoh yang pada tahun 1486 mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri.

Dalam 'Babad Tanah Jawi' menyebut nama asli Brawijaya adalah Raden Alit yang naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung, dan kemudian memerintah dalam waktu yang sangat lama, yaitu sejak putra sulungnyayang bernama Arya Damar belum lahir, sampai akhirnya turun takhta karena dikalahkan oleh putranya yang lain, yaitu Raden Patah yang juga anak tiri Arya Damar.

Sementara itu, Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya, putra Prabu Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu. Mertawijaya adalah nama gelar Damarwulan yang menjadi raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati Blambangan. Sementara itu pendiri Kerajaan Majapahit versi naskah babad dan serat bernama Jaka Sesuruh, bukan Raden Wijaya sebagaimana fakta yang sebenarnya terjadi. Menurut Serat Pranitiradya, yang bernama Brawijaya bukan hanya raja terakhir saja, tetapi juga beberapa raja sebelumnya. Naskah serat ini menyebut urutan raja-raja Majapahit ialah:

* Jaka Sesuruh bergelar Prabu Bratana
* Prabu Brakumara
* Prabu Brawijaya I
* Ratu Ayu Kencanawungu
* Prabu Brawijaya II
* Prabu Brawijaya III
* Prabu Brawijaya IV
* Prabu Brawijaya V

Masa pemerintahan Brawijaya V dikisahkan berakhir akibat serangan putranya sendiri yang bernama Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah kemudian menjadi raja pertama Kesultanan Demak, bergelar Panembahan Jimbun.

Asal Usul Nama
Meskipun sangat populer, nama Brawijaya ternyata tidak pernah dijumpai dalam naskah Pararaton ataupun prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, perlu diselidiki dari mana para pengarang naskah babad dan serat memperoleh nama tersebut.

Nama Brawijaya berasal dari kata Bhra Wijaya Gelar bhra adalah singkatan dari bhatara, yang bermakna “baginda”. Sedangkan gelar bhre yang banyak dijumpai dalam Pararaton berasal dari gabungan kata bhra i, yang bermakna "baginda di". Dengan demikian, Brawijaya dapat juga disebut Bhatara Wijaya.

Menurut catatan Tome Pires yang berjudul Suma Oriental, pada tahun 1513 di Pulau Jawa ada seorang raja bernama Batara Vigiaya. Ibu kota kerajaannya terletak di Dayo. Pemerintahannya hanya bersifat simbol, karena yang berkuasa penuh adalah mertuanya yang bernama Pate Amdura. Batara Vigiaya, Dayo, dan Pate Amdura adalah ejaan Portugis untuk Bhatara Wijaya, Daha, dan Patih Mahodara Tokoh Bhatara Wijaya ini kemungkinan identik dengan Dyah Ranawijaya yang mengeluarkan prasasti Jiyu tahun 1486, di mana ia mengaku sebagai penguasa Majapahit, Janggala, dan Kadiri. Pusat pemerintahan Dyah Ranawijaya terletak di Daha. Dengan kata lain, saat itu Daha adalah ibu kota Kadiri (bukan Majapahit).

Babad Sengkala mengisahkan pada tahun 1527 Kadiri atau Daha runtuh akibat serangan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Saat itu penguasa Daha masih dijabat oleh Bhatara Ranawijaya. Mungkin Bhatara Ranawijaya inilah yang namanya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa sebagai raja Majapahit yang terakhir, yang namanya kemudian disingkat sebagai Brawijaya. Namun, karena istilah Majapahit identik dengan daerah Trowulan, Mojokerto, maka Brawijaya pun "ditempatkan" sebagai raja yang memerintah di sana, bukan di Daha (Kadiri).

Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan menurut ingatan masyarakat Jawa berakhir pada tahun 1478. Oleh karena itu, Brawijaya pun dikisahkan meninggal pada tahun tersebut. Padahal Bhatara Ranawijaya diketahui masih mengeluarkan prasasti Jiyu tahun 1486. Rupanya para pujangga penulis naskah babad dan serat tidak mengetahui kalau setelah tahun 1478 pusat Kerajaan Majapahit berpindah dari Trowulan menuju Daha.

Bhre Kertabhumi dalam Pararaton
Pararaton hanya menceritakan sejarah Kerajaan Majapahit yang berakhir pada tahun 1478 Masehi (atau tahun 1400 Saka). Pada bagian penutupan naskah tersebut tertulis:

Bhre Pandansalas menjadi Bhre Tumapel kemudian menjadi raja pada tahun Saka 1388, baru menjadi raja dua tahun lamanya kemudian pergi dari istana anak-anak Sang Sinagara yaitu Bhre Kahuripan, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan yang bungsu Bhre Kertabhumi terhitung paman raja yang meninggal dalam istana tahun Saka 1400.

Kalimat penutupan Pararaton tersebut terkesan ambigu. Tidak jelas siapa yang pergi dari istana pada tahun Saka 1390, apakah Bhre Pandansalas ataukah anak-anak Sang Sinagara. Tidak jelas pula siapa yang meninggal dalam istana pada tahun Saka 1400, apakah Bhre Kertabhumi, ataukah raja sebelumnya.
Teori yang cukup populer menyebut Bhre Kertabhumi sebagai tokoh yang meninggal tahun 1400 Saka (1478 Masehi). Teori ini mendapat dukungan dengan ditemukannya naskah kronik Cina dari kuil Sam Po Kong Semarang yang menyebut nama Kung-ta-bu-mi sebagai raja Majapahit terakhir. Nama Kung-ta-bu-mi ini diperkirakan sebagai ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi.

Sementara itu dalam Serat Kanda disebutkan bahwa, Brawijaya adalah raja terakhir Majapahit yang dikalahkan oleh Raden Patah pada tahun Sirna ilang KERTA-ning BUMI, atau 1400 Saka. Atas dasar berita tersebut, tokoh Brawijaya pun dianggap identikdengan Bhre Kertabhumi atau Kung-ta-bu-mi. Perbedaannya ialah, Brawijaya memerintah dalam waktu yang sangat lama sedangkan pemerintahan Bhre Kertabhumi relatif singkat.

Kung-ta-bu-mi dalam Kronik Cina di Kuil Sam Po Kong
Naskah kronik Cina yang ditemukan dalam kuil Sam Po Kong di Semarang antara lain mengisahkan akhir Kerajaan Majapahit sampai berdirinya Kerajaan Pajang. Dikisahkan, raja terakhir Majapahit bernama Kung-ta-bu-mi. Salah satu putranya bernama Jin Bun yang dibesarkan oleh Swan Liong, putra Yang-wi-si-sa dari seorang selir Cina. Pada tahun 1478 Jin Bun menyerang Majapahit dan membawa Kung-ta-bu-mi secara hormat ke Bing-to-lo.

Kung-ta-bu-mi merupakan ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi. Jin Bun dari Bing-to-lo adalah Panembahan Jimbun alias Raden Patah dari Demak Bintara. Swan Liong identik dengan Arya Damar. Sedangkan Yang-wi-si-sa bisa berarti Hyang Wisesa alias Wikramawardhana, atau bisa pula Hyang Purwawisesa. Keduanya sama-sama pernah menjadi raja di Majapahit.

Menurut kronik Cina di atas, Raden Patah adalah putra Bhre Kertabhumi, sedangkan Swan Liong adalah putra Hyang Wisesa dari seorang selir berdarah Cina. Kisah ini terkesan lebih masuk akal daripada uraian versi babad dan serat.
Selanjutnya dikisahkan pula, setelah kekalahan Kung-ta-bu-mi, Majapahit pun menjadi bawahan Demak. Bekas kerajaan besar ini kemudian diperintah oleh Nyoo Lay Wa, seorang Cina muslim sebagai bupati. Pada tahun 1486 Nyoo Lay Wa tewas karena unjuk rasa penduduk pribumi. Maka, Jin Bun pun mengangkat iparnya, yaitu Pa-bu-ta-la, menantu Kung-ta-bu-mi, sebagai bupati baru.

Tokoh Pa-bu-ta-la identik dengan Prabhu Natha Girindrawardhana alias Dyah Ranawijaya dalam prasasti Jiyu 1486. Jadi, menurut berita Cina tersebut, Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya adalah saudara ipar sekaligus bupati bawahan Raden Patah. Dengan kata lain, Bhra Wijaya adalah menantu Bhre Kertabhumi menurut kronik Cina.

Menurut Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, tokoh Arya Damar adalah anak Brawijaya dari seorang raksasa perempuan bernama Endang Sasmintapura. Jadi, Arya Damar adalah kakak tiri sekaligus ayah angkat Raden Patah.

Teori keruntuhan Majapahit
Peristiwa runtuhnya Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan, Mojokerto diyakini terjadi pada tahun 1478, namun sering diceritakan dalam berbagai versi, antara lain:

· Raja terakhir adalah Brawijaya. Ia dikalahkan oleh Raden Patah dari Demak Bintara. Konon Brawijaya kemudian masuk Islam melalui Sunan Kalijaga. Ada pula yang mengisahkan Brawijaya melarikan diri ke Pulau Bali. Meskipun teori yang bersumber dari naskah-naskah babad dan serat ini uraiannya terkesan khayal dan tidak masuk akal, namun sangat populer dalam masyarakat Jawa.


* Raja terakhir adalah Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Raden Patah. Setelah itu Majapahit menjadi bawahan Kesultanan Demak. Teori ini muncul berdasarkan ditemukannya kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang.
* Raja terakhir adalah Bhre Kertabhumi. Ia dikalahkan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhatara Wijaya. Teori ini muncul berdasarkan penemuan prasasti Petak yang mengisahkan pernah terjadi peperangan antara keluarga Girindrawardhana dari Keling melawan Majapahit.
* Raja terakhir adalah Bhre Pandan Salas yang dikalahkan oleh anak-anak Sang Sinagara. Teori ini muncul karena Pararaton tidak menyebutkan secara jelas apakah Bhre Kertabhumi merupakan raja terakhir Majapahit atau bukan. Selain itu kalimat sebelumnya juga terkesan ambigu, apakah yang meninggalkan istana pada tahun 1390 Saka (1468 Masehi) adalah Bhre Pandansalas, ataukah anak-anak Sang Sinagara. Teori yang menyebut Bhre Pandan Salas sebagai raja terakhir mengatakan kalau pada tahun 1478, anak-anak Sang Sinagara kembali untuk menyerang Majapahit. Jadi, menurut teori ini, Bhre Pandansalas mati dibunuh oleh Bhre Kertabhumi dan saudara-saudaranya pada tahun 1478.

Pemakaian nama Brawijaya
Meskipun kisah hidupnya dalam naskah babad dan serat terkesan khayal dan tidak masuk akal, namun nama Brawijaya sangat populer, terutama di daerah Jawa Timur. Hampir setiap kota di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur menggunakan Brawijaya sebagai nama jalan. Nama Brawijaya juga diabadikan menjadi nama suatu perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yaitu Universitas Brawijaya. Juga terdapat Stadion Brawijaya dan Museum Brawijaya di kota yang sama. Di samping itu kesatuan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang meliputi daerah Jawa Timur dikenal dengan nama Kodam V/Brawijaya.

Masyarakat Indonesia merupakan individu-individu yang kaya akan tradisi lisan mereka, penuturan kisah dalam ruamg lingkup sejarah terkadang kabur dengan adanya sumber lisan, namun sumber lisan merupakan sebuah bentuk khasanah yang patut ditinjau dalam menelusuri warisan budaya di Indonesia. Nama Brawijaya dalam susut pandang keilmuan mungkin terdengar sedikit absurd jika berpatokan terhadap bukti-bukti yang ada, namun masyarakat kita khususnya di jawa, mengenalnya demikian dan menyampaikan kisahnya secara apik sama halnya demikian. hingga nama tersebut mendapat tempat tersendiri dalam dimensi ketokohan yang di puja. dalam tataran seperti ini maka akan timbul sebuah tambal sulam sumber yang dapat memperkaya atau menambahkan sumber-sumber yang telah ada sebelumnya yang berangkat dari data dengan keumuman yang ada.

Referensi
Andjar Any. 1989. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
Babad Majapahit dan Para Wali (Jilid 3). 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Babad Tanah Jawi. 2007. (terjemahan). Yogyakarta: Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS

Austronesia dalam Sejarah: Asal Usul dan Bermacam-Macam Perubahan

Austronesia dalam Sejarah: Asal Usul dan Bermacam-Macam Perubahan
Peter Bellwood, James J. Fox, Darrel Tyron
28 May 2009
Bahasa Austronesia membentuk sebuah kesatuan keluarga yang sama dalam derajat perbedaan internal dan kedalaman waktu dengan bahasa besar lainya seperti Austroasiatik, Uto-Aztecan, dan Indo-Eropa. Sebelum 1500 SM, bahasa Austronesia termasuk salah satu keluarga bahasa yang paling banyak tersebar di dunia, dengan tingkat penyebaran lebih dari setengah jarak mengelilingi dunia, dari Madagaskar ke Kepulauan Easter. Sekarang, kelompok penutur bahasa Austronesia terdiri dari hampir atau semua populasi asli Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Madagaskar. Bahasa Austronesia juga dapat ditemukan di Taiwan (tempat yang diduga sebagai asal dari manusia Austronesia yang pertama), di bagian selatan Vietnam dan Kamboja, Kepulauan Mergui, Kepulauan Hainan di selatan Cina. Lebih jauh ke arah timur, bahasa Austronesia dituturkan di beberapa wilayah pantai di Papua Nugini, New Britain, New Ireland, dan di bagian rantai Kepulauan Melanesian yang melewati Kepulauan Solomon dan Vanuatu; juga New Caledonia dan Fiji. Dari sana mereka menyebar ke arah timur, mencakup semua bahasa Polinesia, dan ke arah utara mencakup semua bahasa Mikronesia.

Diperkirakan terdapat antara 1.000 sampai 1.200 bahasa Austronesia yang berbeda, berdasarkan kriteria bahasa yang membedakan bahasa dan dialek. Bahasa-bahasa ini dituturkan oleh sekitar 270 juta orang, di mana persebarannya benar-benar tidak merata. Sekitar dua juta penutur bahasa Austronesia hidup di daerah garis barat yang ditarik dari utara ke selatan sekitar 130º garis bujur timur, memanjang dari arah barat Kepulauan Caroline ke arah timur Bird’s Head di Pulau New Guinea. Penyebaran bahasa-bahasa ini pada area penutur Austronesia, bagaimana juga, berhubungan erat dengan lebih dari 500 bahasa pada sisi garis pembagi 130º garis bujur timur.

Bahasa-Bahasa Austronesia: Saksi Keturunan Biologis dan Kultural pada Tingkat Populasi
Fakta yang mengatakan bahwa banyak orang seharusnya berbicara bahasa-bahasa yang berhubungan dengan Austronesia sangatlah menarik, tetapi apakah fakta linguistik ini menjelaskan keseluruhan asal usul biologis dan kultural, dan juga sejarah dari populasi ini dengan cara yang baik? Bagaimana pun, semua orang yang berbicara bahasa-bahasa ini sekarang tidaklah serupa secara fisik. Akan muncul banyak tantangan, sebagai contoh, dalam membedakan mereka berdasarkan rata-rata penampilan hasil perkawinaan manusia penutur bahasa Austronesia Punan (Kalimantan), Agta (Luzon), Fijian dan Tahitian yang asli. Pengumpul kayu hutan dari Punan, Muslim Melayu urban di Kuala Lumpur, dan penghuni pulau karang Mikronesia akan tampak memiliki sedikit persamaan dalam segi sosial-ekonomi dan keagamaan. Penampilan fisik dan kultural yang nampak dimanfaatkan sebagai jalur identitas kesukuan di banyak masyarakat komunitas modern, namun jalur semacam ini tidaklah kaku. Bahkan observasi terkini pada masyarakat modern di mana saja didunia ini akan memunculkan sedikit keraguan bahwa seseorang dalam masyarakat dapat menikah dengan orang dengan latar belakang biolois dan kultur yang berbeda; mengubah bahasa ibu mereka, atau mengadopsi kebudayaan baru dan gaya hidup ketika kondisi memungkinkan.

Namun bukan berarti semua orang atau masyarakat telah menjalani sebuah transisi fundamental sampai pada titik tertentu. Mayoritas dari individual di kebanyakan masyarakat dimasa lalu atau mungkin pada di masa kini, mengakhiri hidup mereka dalam cetakan kultur yang sama dengan seperti yang mereka mulai, menikahi pasangan mereka dan melahirkan keturunan yang mirip dalam penampilan fisik dan latar belakang kultur seperti diri mereka. Dalam beberapa masyarakat, hubungan kekeluargaan konservatif semacam ini nampak mendominasi diseluruh bagian sejarah, dimana disisi lain terdapat tekanan yang kuat untuk bercampur dengan populasi yang lain dan menciptakan tanda-tanda kultural dan biologis yang baru.

Demikian juga komunitas Austronesia; mereka telah benar-benar berubah di masa lalu. Dan diantara mereka terdapat bukti linguistic, biologis, dan arkeologis yang menunjukan tingkatan-tingkatan yang membedakan asal-muasal umum dari sekitar 6.000 tahun lalu. Komunitas Austronesia dengan jelas telah terbagi dan terdiversifikasi oleh sebuah cara yang rumit, dan inilah salah satu alasan mengapa penelitian masyarakat Asia Tenggara dan Oseania, baik dimasa lalu dan masa modern, dapat menjadi sebuah hal yang penuh tipuan dan juga berharga.

Orang-orang yang skeptik mungkin mempertanyakan leluhur mana—dalam hal kultural dan hal biologis—yang benar-benar termasuk kedalam 270 juta manusia penutur bahasa Austronesia pada saat ini. Pertanyaan ini sangatlah sulit untuk dijawab dengan mutlak karena setiap masyarakat Asutronesia memiliki sejarah yang berbeda dan akan sia-sia untuk menentukan tingkatan dari para penerima warisan “ke-Austronesia-an”. Namun beberapa pihak akan menolak penjelasan bahwa bahasa Austronesia disebarkan secara turun-temurun dengan cara peminjaman atau penyatuan populasi statis yang ada sebelumnya. Dengan kata lain, manusia-manusia yang tidak berpindah tempat telah terlebih dahulu menjadi beraneka ragam dan tidak serta merta “meminjam” bahasa Austronesia, walaupun penyebaran semacam itu mungkin telah terjadi di Melanesia Barat. Apakah setiap bahasa Austronesia menyebar hanya dengan cara itu, kita akan sulit menemukan pola penyebaran yang tidak terputus, bebas dari peristiwa linguistik substratum yang beraneka ragam di semua wilayah yang terpisah dari Melanesia Barat dan daratan Asia Tenggara.

Gambaran keseluruhan itu sangatlah masuk akal bagi pulau-pulau yang terhempas di Pasifik dan Madagaskar, bila seseorang menerimaversi keturunan dari bahasa Austronesia modern disebarkan sebagian besar oleh bangsa penjajah. Mungkin akan ada pengecualian dalam proses penyebaran bahasa memalui penjajahan, seperti yang kita ketahui dalam persebaran bahasa nasional modern masa kini seperti bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Tetapi dalam skala kelompok-bahasa-keseluruhan dengan penyebaran dan kedalaman waktu yang luas, tidak ada penjelasan lain yang masuk akal kecuali penyebaran oleh kolonisasi.

Sementara pembenaran prinsipal untuk warisan umum Austronesia adalah berdasarkan ilmu linguistik, kita dapat juga mengetahui benang sejarah, di samping interaksi dan perubahan yang berabad-abad dalam arena kebudayaan dan biologis. Sebagai contoh, mayoritas pembicara bahasa Austronesia diluar Melanesia dan bagian dari Filipina adalah pertalian biologis manusia “Mongoloid Selatan” (atau Asia Tenggara).

Beberapa tingkatan dari warisan tersebut juga tampak dalam fenomena-fenomena dari karakteristik kebudayaan tertentu yang tersebar luas, seperti praktek tato, penggunaan tiang penyeimbang di bagian pinggir kano, seni ethnografik dan pra-historik, karakteristik sosial seperti hirearki yang ditentukan kelahiran, dan penghormatan pada leluhur yang membangun keluarga. Secara umum terdapat sedikit hal yang dapat digolongkan sebagai manusia Austronesia yang “eksklusif” atau “unik” pada masa modern diantara wilayah-wilayah penutur bahasa Austronesia, dan kita tidak harus mengharapkan kaeadaan semacam itu. Demikian juga dengan tema dari buku ini berkenaan pada dua pihak secara parsial, focus kepada sejarah leluhur pada satu sisi, dan kultur- dan wilayah-dengan perubahan yang khusus disisi lainnya.

Austronesia Sebagai Kesatuan Phylogenetic
Untuk mendapatkan aspek-aspek terkonsep yang lebih baik dari leluhur dan perbedaan-perbedaan yang ada diantara populasi dalam pengelompokan etholinguistic, dibutuhkan sebuah konsep “kesatuan phylogenetic”. Konsep ini baru-baru ini diterapkan pada salah satu cabang keluarga manusia Austronesia, yaitu manusia Polynesia, oleh Kirch dan Green (1987). Konsep ini dapat juga diterapkan pada seluruh Austronesia secara menyeluruh, sekalipun penerapannya dilakukan dalam skala ang lebih besar; baik ruang dan waktu. Pada dasarnya, ide dari hubungn phylogenetic berkisar pada asal mula dari sumber-sumber umum; dalam istilah cultural, ide ini dapat dikenali melalui pola dalam bahasa dan mayarakat, dalam istilah biologi dapat dikenali melalui konfigurasi kelompok genetik. Kesatuan phylogenetic, baik didefinisikan dari segi kebudayaan atau biologis, merupakan subjek dari proses pembedaan (divergence) atau radiasi terhadap elemen internal mereka melalui serangkaian proses seperti pemecahan populasi dengan pemisahan geografis yang subsekuen, kelompok manusia perintis atau reaksi kepunahan, adaptasi selektif untuk membedakan atau mengubah lingkungan, dan efek dari hubungan yang terjadi dengan masyarakat eksternal.

Mengidentifikasi masyarakat Asutronesia sebagai anggota dari kesatuan manusia phylogenetic Austronesia tidak menunjukan bahwa mereka masuk kedalam semacam spesies mahluk hidup dengan identitas yang tertutup. Kita mengetahui arti penting dari interaksi antara manusia Austronesia dan bermacam-macam populasi Non-Austronesia, tidak hanya dalam bidang bahasa tetapi juga dalam bidang biologi dan aspek kehidupan lainnya. Fakta tentang masa sejarah dan pra-sejarah manusia Austronesia 5000 tahun lalu menunjukan baik proses bifurcative (pencabangan) dan rhizotic dari sebuah perubahan cultural dalam sebuah terminology yang disokong oleh Moore (1994).

Sudah jelas bahwa untuk melakukan pendekatan terhadap pertanyaan tentang sejarah Austronesia dan leluhur dalam pengertian yang luas yang harus kita pisahkan, untuk tujuan heuristic, biologi, bahasa, dan kultur, walaupun banyak hal dalam kebudayaan yang terhubung pada bahasa. Bahasa, populasi dan kultur berevolusi, terbagi-bagi, dan bercampur melalui mekanisme yang overlapping. Ketika menentukan suatu hal dalam skala Austronesia secara keseluruhan, akan menjadi sangat naïf untuk menerima bahwa satu kesatuan linguistik, kultur, dan biologis, beserta batasan-batasan mereka harus berkorelasi secara tepat Walaupun secara relatif, kordinasi dan kolerasi tingkat tinggi merupakan bagian penting dari konsep kesatuan phylogenetic.

Salah satu implikasi utama dari buku ini adalah bahwa manusia Austronesia dan masyarakatnya terhubung oleh sebuah pencabangan, tetapi tidak tersegel oleh garis keturunan umum yang berjangka waktu kira-kira 6000 tahun. Namun semua orang yang ingin tahu mengenai sifat dasar dari manusia mungkin akan bertanya mengapa penyatuan semacam itu harus ada. Dengan kata lain, kenapa sebuah proses kolonisasi muncul, mencapai lebih dari setengah perjalanan mengelilingi bumi, dan batasan apa yang harus dihadapi atas tanda-tanda wilayah dari kolonisasi? Hal ini merupakan pertanyaan penting yang harus dipertimbangkan dari sisi sudut pandang yang berbeda. Mungkin tidak akan ada sebuah jawaban yang sederhana, namun pertanyaan itu layak untuk dipertanyakan.

Metode Perbandingan Dalam Linguistic dan Antropologi
Semua bahasa Austronesia dianggap meminjam bahasanya dari satu bahasa ibu, yang mungkin dituturkan di Taiwan pada sekitar 5000 tahun lalu. Banyak ahli menganggap bahwa keluraga bahasa Austronesia memiliki empat susunan sub kelompok teratas. Tiga diantaranya mencakup bahasa yang ada di Taiwan. Subgrup keempat—Malayo-Polinesian—termasuk semua bahasa Austronesia yang digunakan diluar Taiwan. Sub kelompok bahasa Austronesia inilah yang menjadi akar masalah dalam edisi ini.

Metode dasar yang digunakan untuk mengelompokkan bahasa Asutronesia adalah metode komparatif sejarah klasik, yang dikembangkan untuk mempelajari bahasa Indo-Eropa. Metode ini berdasarkan perbandingan sistematik dari bunyi-bunyi biasa yang berkorespondensi dengan bahasa sebagai langkah awal guna merekonstruksi bahasa kuno yang memunkinkan pencarian jejak bahasa ibu. Sekali rekonstruksi itu dicapai, bahasa individual dan kelompok bahasa dapat diteliti untuk menentukan inovasi apa yang mereka refleksikan berhubungan dengan bahasa kuno. Hal ini penting karena penyebaran inovasi-inovasi (phonological, morphosyntactic dan lexical) muncul diantara bahasa-bahasa dimana pengelompokan terjadi. Walaupun eksistensi dari bahasa Austronesia yang saling terhubung telah dikenali pada abad ke-17, penelitian komparatif sistematis Otto Dempwolff (1934-38) yang meletakkan dasar bagi banyak penelitian linguistik saat ini.

Pendekatan komparatif dalam studi Austronesia dalam antropologi telah jauh lebih bervariasi. Usaha penelitian yang berdasarkan wilayah telah berkontribusi pada studi Asutronesia dan secara bertahap untaian dari penelitian ini mulai bersatu dalam satu set ketertarikan dan pendekatan umum. Penelitian L.H. Morgan atas sistem kekeluargaan masyarakat Hawaii dan rancangan konstruksi keluarga “punaluan” (1870) dianggap sebagai kontribusi awal terhadap penelitian semacam ini, sama seperti penelitian sejarah komunitas Melanesia (1914) W.H.R. Rivers. Penelitian F. Eggan terhadap masyarakat Filipina yang mengarahkan laporannya penelitiannya pada metode perbandingan yang terarah (1954); karya W.H. Goodenough tentang Mikronesia yang memberikan dasar pada laporan miliknya yang terkenal tentang organisasi sosial Melayu-Polynesian (1958); investigasi Sahlins pada stratifikasi social di masyarakat Polynesia (1958) dan studi komparatif I. Goldman terhadap sistem status di Polynesia kuno (1970), semua penelitian tersebut telah berkontribusi terhadap studi komparatif umum terkait.

Bagian penting lainnya dari perpaduan komparatif adalah karya dari antropolog-antropolog Belanda di Indonesia. Pada tahun 1953, pada saat Dempwolf tengah mempublikasikan penelitian Austronesia-nya, antropolog Leiden, J.P.B de Josselin de Jong, mengemukakan ide penamaan untuk studi komparatif populasi Indonesia. Terinspirasi bukan oleh penelitian linguistik, melainkan studi Radcliffe-Brown “The Social Organization of Australian Tribes” (1935,1977), “The Malay Archipelago as a Filed of Ethnological Study” milik de Josselin de Jong merupakan sebuah set program penelitian yang terus berlangsung sampai sekarang.

Studi komparatif yang paling berpengaruh yang menginspirasi J.P.B. de Josselin de Jong berasal dri muridnya, F.A.E. van Wouden. Penelitian van Wouden terhadap komunitas-komunitas di Indonesia timur (1935, 1968) berusaha untuk mengidentifikasi fitur struktural tertentu dari komunitas-komunitas ini sebagai bentuk perkembangan dari bentuk organisasi social kuno sebelumnya—sebuah organisasi yang menirukan model penelitian Radcliffe-Brown untuk Australia. Antropolog kebangsaan Belanda lainnya, termasuk van Wouden, mengarahkan studi komparatif ini untuk menginformasikan penelitian ethnografi mereka tanpa harus menjalankannya dengan kaku. Perumusan ulang pada pendekatan “Ethnological Field of Study” menuntut adanya penelitian terhadap “inti struktur” bersama (P.E. de Josselin de Jong 1980, 1984), dan juga fokus pembelajaran lingusitik ini pada studi set umum kategori sosial bersama pemeliharaan berkala metafora yang sama untuk kehidupan (Fox 1980). Sebuah penekanan yang sama pada studi “historical metaphor” dan arti penting perbandingan yang dikembangkan oleh Sahlins dalam dalam penelitiannya terhadap Hawaii dan masyrakat pulau-pulau Pasifik lainnya (1981, 1985). Satu buktu yang menginspirasi cara pandang seperti ini adalah karya dari comparativist Indo-Eropa, George Dumézil.

Bagaimanapun juga, secara tegas dalam hubungannya terhadap studi masyarakat Indonesia, Fox (1980, 1988) berargumentasi bahwa untuk memelihara gagasan pada Bidang Pembelajaran Ethnologi membutuhkan sebuah pemahaman ulang atas hubungannya pada, dan sebagai bagian, dari studi komparatif bahasa Austronesia. Gagasan ini penting bagi perbandingan antara masyarakat Austronesia dan Non-Austronesia di wilayah seperti di Halmahera, dimana hubungan tersebut telah berlanjut untuk beberapa milenia (Platenkamp 1984; Bellwood 1994).

The Comparative Austronesian Project dimaksudkan untuk menyatukan semua pendekatan antropologi, arkeologi, dan linguistic untuk studi populasi penutur Austronesia dan mempopulerkan kerangka kerja umum untuk menginterpretasi warisan kebudayaan Austronesia. Disiplin keilmuan yang dipakai untuk menjelaskan warisan kebudayaan ini, temasuk didalamnya beberapa disiplin yang hanya fokus pada analisa komparatif fenomena ethnografik masa kini atau masa lampau; disiplin ilmu ini termasuk linguistik, social antropologi, genetik, dan zoogeography. Cross-cutting merupakan disiplin-disiplin ilmu lainya yang mengambil data langsung dari jejak-jejak kemanusiaan dan aktivitas manusia yang bertahan hidup dari masa lalu. Disiplin ilmu ini termasuk arkeologi, palaeoantropologi, dan sejarah literatur.

Bab ini telah disusun menjadi dua bagian, bagian pertama memusatkan diri pada pertanyaan-pertanyaan tentang asal-muasal dan penyebaran, bagian kedua fokus kepada pertanyaan-pertanyaan tentang interaksi dan perubahan-perubahan yang dialami manusia dan masyarakat Austronesia sejak peristiwa penyebaran terjadi.

Asal-Muasal dan Penyebaran
Tiga bab awal di edisi ini meneliti bukti-bukti linguistic tentang asal-muasal dan penyebaran manusia Austronesia. Tyron memberikan tinjauan tentang keluarga bahasa Austronesia dan memeriksa bukti untuk hipotesis pencabangan kelompok Austronesia dan metodologi yang diterapkan dalam lingustik sejarah-perbandingan. Pawley dan Ross meneliti subgrup besar Oseanik dari Austronesia, yang merupakan setengah dari jumlah seluruh bahasa Austronesia merupakan anggotanya. Mereka memberikan catatan dari sejarah budaya subgrup Oseanik dan membicarakan “penyebaran” unsur-unsur pokok bahasa melalui Melanesia dan melintasi Pasifik, mempertanyakan mengapa beberapa bahasa Oseanik berubah lebih dari bahasa Austronesia lainnya. Laporan Adelaar membicarakan peran penting dari Kalimantan dalam segi asal usul dan penyebaran sesudahnya dari beberapa bahasa utama Austronesia, terutama Malagasi, sub kelompok bahasa Malayic, Tamanic dan bahasa Tanah Dayak.

Tiga bab berikutnya berhubungan dengan catatan arkeologi di masa awal pengusiran manusia Austronesia. Bellwood meneliti pertanyaan tentang wilayah asal dari manusia Austronesia di Cina Selatan dan Taiwan, berdasarkan manusia Austronesia sebagai sebuah populasi seperti banyak grup ethnolinguistik besar lainnya di wilayah garis lintang agrikultur dunia yang memulai ekspansi mereka sebagai hasil adopsi awal dunia agrikultur di dunia pemburu dan pengumpul makanan. Dia melanjutkan penelitiannya dengan mencari alasan-alasan atas kesuksesan dan luasnya akibat dari “penyebaran” (alasan yang lebih dari sekedar pengaruh dalam agrikultur) dan memunculkan beberapa ide tentang beberapa perubahan awal yang terjadi ketika koloni Austronesia pindah ke dalam susunan lingkungan dan kehidupan sosial yang baru.

Bab yang disusun Spriggs meneliti bukti arkeologis bagi pendudukan pulau-pulau Pasifik, terutama pada kebudayaan Lapita yang dimulai sejak 3500 tahun lalu dan membicarakan hubungannya dengan garis leluhur manusia Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia. Manusia Austronesia tentu saja bukan penduduk pertama di Pasifik Barat dan mereka tentu saja tidak menghuni tempat yang merupakan lahan kosong; beberapa hasil dari interaksi berikutnya yang sekarang menjadi sangat penting dalam setiap diskusi asal-muasal dari penduduk dunia Austronesia.

Manusia Austronesia awal sangatlah diuntungkan dengan penguasaan teknologi pelayaran yang baik. Horridge, dalam kontribusinya terhadap edisi ini, meneliti teknologi pelayaran Austronesia ini dan mengidentifikasi fitur utama dari teknologi ini. Dia menyimpulkan bahwa kapal layar Austronesia awal terdiri dari konstruksi lashed-lug of sewn planks on a hollowed-out log base dengan satu kerangka penyeimbang perahu dan layar berbentuk segitiga yang disangga pada sebuah tiang. Sifat alami dari layar ini dan cara kapal layar dikemudikan menjadikan kapal ini semacam kapal cepat bertenaga angin.

Pada bagian terakhir bagian ini tentang asal-muasal dan pengusiran, Groves mendiskusikan nenek moyang dan wilayah asli dari beberapa hewan local Austronesia (lembu, sapi, babi, dan anjing) dan juga beberapa spesies yang menjadi parasit pada mereka. Kecuali untuk lembu Bali dan (mungkin) babi, spesies yang telah disebutkan, berasal dari benua utama Asia. Pertanyaan muncul tentang kapan dan bagaimana mereka ada di masa pre-sejarah Austronesia sebelum 2.000 tahun lalu. Catatan arbeologi untuk spesies yang telah disebutkan, yang sejauh ini bukan merupakan topik utama di wilayah Asia Tenggara, diragukan akan berkontribusi banyak terhadap pengetahuan tentang persebaran manusia Austronesia.

Interaksi Bersejarah dan Perubahan
Bukti linguistik perbandingan dan arkeologi dari sejarah asli dan persebaran masyarakat penutur bahasa Astronesia sangatlah berlimpah. Dalam kesimpulan yang menyebutkan bahwa kebanyakan penelitian di bidang ilmu lainnya telah bergeser pada pertanyaan yang lebih spesifik. Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan perubahan yang muncul sebagai hasil dari penyebaran manusia Austronesia—baik perkembangan internal didalam kebudayaan Austronesia, dan juga pekembangan yang merupakan hasil dari hubungan diantara kelompok-kelompok Austronesia dengan populasi dan kebudayaan lain. Baik dalam biologi, bahasa dan kebudayaan Austronesia, tidak ada satupun diantara mereka yang tetap statis selama 5.000 tahun. Merupakan perkembangan sejarah tentang hal ini yang menjadi tema dokumen pada baian kedua dari edisi ini.

Serjeantson dan Gao, dalam laporan mereka berargumentasi tentang perspektif evolusi yang dengan jelas mengenali perubahan biologis. Mereka memusatkan diri pada kekuatan evolusi yang mempengaruhi perubahan-perubahan dalam susunana genetik dari populasi Oseania. Dimana Polinesia berbagi banyak fitur genetic dengan Pulau-Pulau Asia Tenggara, mereka juga mendapatkan gen mereka dari populasi Melanesia dan telah mengalami evolusi lebih lanjut; kehilangan gen tertentu dalam migrasi mereka ke wilayah Pasifik. Hasil dari proses tersebut adalah daftar genetik yang tentu saja berebeda dengan mereka yang berasal dari manusia Austronesia yang paling awal.

Laporan Searjeantson dan Gao juga menyebutkan pertanyaan kunci tentang manusia Austrionesia awal. Otto Dempwolf yang merupakan salah seorang tokoh penting dalam perkembangan linguistik perbandingan Austronesia, mengabdi untuk sekian lama sebagai dokter di German New Guinea. Pada tahun 1904, setelah mengikuti saran dari dokter kebangsaan Jerman lainnya, Danneil, Dempwolf berspekulasi bahwa malaria mungkin saja mendesak sebuah tekanan selektif yang berarti pada populasi manusia Austronesia awal, sehingga mereka mengembangkan tingkatan imunitas yang memberikan mereka keuntungan di daerah dengan tingkat penyebaran malaria yang tinggi. Dalam argumen ini, pulau dengan tingkat malaria terkecil memberikan jalur paling aman bagi persebaran manusia Austronesia. Berdasarkan penelitian berkelanjutan yang dilaporkan dalam Serjeantson dkk (1992), laporan Serjeantson dan Gao mendukung ide yang diajukan Dempwolff bahwa manusia Austronesia awal mungkin telah tiba di Melanesia untuk menemukan wilayah dengan malaria yang di dihuni oleh orang-orang yang dengan baik beradaptasi terhadap lingkungan dan oleh karena itu akan sangat bijaksana bagi mereka untuk tinggal di pulau kecil dan melanjutkan perjalanan mereka kearah timur.

Laporan oleh Bhatia, Easteal dan Kirk berdasarkan observasi yang sama dalam meneliti perbedaan susunan genetic dari masyarakat penutur Austronesia dan Non-Austronesia (atau Papua) didalam Melanesia. Berdasarkan penelitian terdahulu, Kirk telah menggolongkan tiga pola pembedaan Linguistik dan Genetik berdasarkan kombinasi allele yang unik: 1) sebuah pola Australoid yang berhubungan dengan populasi Aborigin di Australia, 2) pola proto-Papuan yang memiliki frekuensi tertinggi muncul di dataran tinggi Papua Nugini dan dibeberapa bagian Irian Jaya, dengan frekuensi lebih rendah muncul disepanjang pantai Guinea Baru dan Solomons, Kepulaua Banks dan Outliers Polinesia, dan 3) pola Austronesia yang tidak ditemukan di Australia dan jarang muncul di dataran tinggi Papua New Guinea. Frekuensi paling tinggi dari kemunculan pola ini dapat ditemukan dibeberapa area pantai utara dan timur Guinea Baru, Solomons, Kepulauan Banks, Carolines Barat dan Fiji, Bhatia, Eastel. Kirk menunjukan bahwa ketika bahasa dapat menjadi sebuah indikator dari perbedaaan genetik dalam segi geografis yang luas, di Melanesia hal ini bukan merupakan indikator pembeda yang cukup terpercaya dalam beberapa kasus tertentu.

Pesan yang ingin disampaikan Dutton mengarah pada kesimpulan yang sama. Dia meneliti beberapa tipe hubungan-induksi perubahan yang telah diteliti dalam bahasa Austronesia Melanesia dan mendiskusikan masalah yang diajukan oleh sebuah perubahan klasifikasi dari bahasa subgroup Oseanik Austronesia. Hubungan rumit antara penutur bahasa Austronesia dan Non-Austronesia, khususnya di selatan Indonesia dan Melanesia dimana kontak/hubungan semacam itu memiliki sejarah yang panjang, menimbulkan beberapa pertanyaan dasar bagi studi kebudayaan daerah.

Masa lalu mengajukan beberapa pertanyaan dan sekaligus memberikan pertanyaan. Berdasarkan pengetahuan linguistik dan arkeologi ekspansi Austronesia, kontribusi antropologi pada edisi ini mempertimbangkan berbagai macam pertanyaan berkenaan dengan struktur dan distribusi dari komunitas Austronesia kontemporer.

Fox memandang perbedaan masyarakat Austronesia dan perkembangan istilah teknik yang telah digunakan oleh para pengamat untuk menjelaskan komunitas masyarakat ini. Dihadapan bermacam-macam panggilan deskriptif ini, dia memusatkan penelitiannya pada beberapa fitur umum diantara semua masyarakat Austronesia: terkait dengan pencarian jejak dari asal usul lokal dan ketergantungan terhadap bermacam-macam varietas naratif untuk konstruksi masa lalu bersama. Demikian juga dengan berbagi sebuah perjalanan mungkin saja dapat digunakan untuk menjelaskan kedekatan dimana tuntutan terhadap sebuah hak, sering berdasarkan susunan kejadian dalam narasi tertentu, sebuah figure prominently sebagai arti dari definisi perbedaan social.

Laporan ini menganggap dua model formal dari pembedaan social diantara komunitas Austronesia, yang melibatkan sebuah proses “ekspansi lateral”, sebuah kelompok dengan rata-rata status yang sama untuk membentuk kelompok-kelompok baru dan proses “penurunan apikal” diantara bagian-bagian berbeda di masyarakat. Fox menyarankan bahwa dua sistem pembeda tergantung pada dua struktur naratif masa lalu yang berbeda untuk mendasari susunan asal-muasal mereka dan determinasi mereka terhadap sebuah hak. Demikian juga dalam system ekspansi lateral, yang Fox sebut sebagai “spasialisasi waktu” dalam narasi.

Penelitian Sather pada kasus Sama-Bajau, yang merupakan kelompok masyarakat nelayan nomadik mengandung banyak banyak pelajaran. Alih-alih menilik kaum nomadik Sama-Bajau sebagai sebuah populasi yang dapat dibedakan. Dia menganggap semua populasi penutur Sama, baik yang menetap atau yang hidup berpincah-pindah sebagai kelompok masyarakat yang saling terkait dimana bahasa mereka dapat dilacak sampai pada bentuk yang kuno. Rekonstruksi linguistik untuk Sama kuno mengindikasikan sebuah kedekatan dengan kegiatan perkebunan, pembuatan gerabah, menenun dan bahkan pengolahan baja. Walaupun sebagian besar masyarakat lebih berorientasi pada bidang kelautan, penutur bahasa sama masa kini menunjukan angkauan adaptasi dari lautan ke daratan. Kelompok-kelompok ini mencakup petani juga nelayan dan pedagang. Pada kenyataannya, diantara grup yang lebih besar ini, populasi masyarakat perahu nomadic merupakan populasi minoritas yang direpresentasikan pada adaptasi sejarah tertentu untuk memeperluas perdagangan maritim. Sather menyarankan bahwa manusia Austronesia awal seperti populasi Sama awal, memiliki bermacam-macam sistem ekonomi berdasarkan kegiatan mengumpulkan makanan dan perkebunan, berburu dan holtikultura yang mengarah pada adaptasi lokal yang berbeda.

Thomas juga mengembangkan sebuah set dari model yang saling berlawanan untuk menentukan pola-pola pertukaran di Oseania. Satu bentuk pertukaran yang melibatkan “pertukaran mana-suka” yang menekankan pada jumlah dari barang-barang yang dipertukarkan, terutama pertukaran makanan yang kompetitif diantara kelompok lokal yang sama; bentuk lain dari pertukaran yang melibatkan nilai-nilai berbeda diantara kelompok berbeda dalam suatu wilayah luas yang memiliki sistem hirearki.

Thomas menggambarkan cara kerja dari model kelompok itu baik dari segi sejarah maupun wilayah di Oseania. Laporan penutup dari edisi ini meneliti cara masyarakat Austronesia beradaptasi pada pengaruh luar, terutama pengaruh dari agama-agama dunia—yang pertama, Hindu dan Budha, kemudian agama Islam dan Kristen. Supomo melihat kontak paling awal masyarakat Indonesia dengan India dan perubahan organisasi keagamaan dan politik yang dibawa oleh pengaruh luar, terutama penyebaran karya sastra yang menyebabkan adaptasi lokal dan penggubahan karya sastra India seperti Mahabharata dan Ramayana.

Prasasti yang tertulis dalam bahasa Sansekerta membuka jalan bagi sejumlah prasasti dalam bahasa Melayu kuno selama masa Sriwijaya (akhir abad ke-7 AD) dan perkembangan prasasti-prasasti dalam bahasa Jawa kuno yang bertahan selama enam abad mulai dari 804AD. Prasasti-prasasti tersebut merupakan contoh tetua dari bahasa Austronesia. Prasasti Jawa dan karya sastra di kemudian hari, yang Supomo sebut sebagai “kuil bahasa”, menawarkan sepintas gambaran tentang kehidupan sosial yang termasuk kedalam kategori Austronesia.

Supomo menyeadari bahwa prasasti Jawa kuno merujuk pada kemunitas asli sebagai wanua (PMP*banua) dan penduduknya sebagai anak wanua. Sebuah dewan yang mengatur komunitas ini terdiri dari para tetua yang disebut rama (PAn*ama yang berarti ayah). Wanua dikelompokkan dalam sebuah kesatuan wilayah yang disebut watak dan watak ini dikepalai oleh rakai, susunan ini merupakan sebuah rancangan yang Supomo kemukakan berasal dari istilah utuk tetua atau kakek (Pan*aki). Sistem politik Jawa awal ini dikepalai oleh seorang figur yang diberi gelar ratu (PMP*datu yag berarti leluhur, ketua,tuan penguasa).

Sistem tersebut memanfaatkan sebuah idiom kekeluargaan yang berhubungan dengan Austronesia kuno dan Jawa klasik. Berdasarkan bukti yang berasal dari teks Jawa kuno, Fox telah menunjukkan sistem kekeluargaan awal masyarakat Jawa sepenuhnya merupakan susunan Austronesia dengan sedikit pengaruh Sansekerta. Tentu saja struktur semantik dari sistem kekeluargaan Jawa modern memberikan bukti dari keberlangsungan dan perkembangan system Jawa kuno (Fox 1986). Seperti yang Supomo usulkan, kita harus meneliti Bali lebih jauh daripada Jawa untuk mendapatkan contoh keberlangsungan tradisi Jawa kuno karena “kuil bahasa” yang ia katakan diadaptasi setelah kedatangan agama Islam. Sampai sekarang komunitas lokal di dataran tinggi Bali disusun dalam sebuah sistem yang disebut banua dan dipimpin oleh dewan desa (Reuter, pers.comm.1994).

Reid juga meneliti keberlangsungan dan perubahan yang muncul sebagai reaksi terhadap pengaruh politik dan kepercayaan luar—kedatangan Islam dan kemudian Kristen di populasi maritim Asia Tenggara mulai abad ke-15. Populasi ini mencakup Malayu, Jawa, Chams dan Tagalog (“Luzon”) yang memiliki hubungan satu sama lain dan dengan populasi pedalaman. Agama-agama baru membawa perubahan drastis dalam identitas populasi—pakaian, pembicaraan, tingkah laku, pola makan—dan juga dalam pendewasaan moral seksual, dalam peranan ritual wanita dan hubungannya dengan hal-hal yang suci, termasuk sikap terhadap dunia roh dan mereka yang mati.

Yengoya dalam dalam laporannya meneliti bermacam-macam pengaruh dan bagaimana agama Kristen mengubah kebudayaan Pilipina dan Pasifik. Dalam perubahan masyarakat Austronesia, kombinasi antara kolonialisme barat dan Kristen memberikan sebuah konsep individualisme yang menekankan pada peranan dan kewajiban seseorang dalam semua hubungan sosial. Konsep ini terus berjalan menyebarkan pengaruhnya pada masyarakat Austronesia.

Laporan yang dipublikasikan disini dipresentasikan pada konferensi selama tiga hari yang berjudul “Manusia Austronesia dalam Sejarah: Asal-Muasal Umum dan Bermacam-Macam Perubahan”, diadakan di Coombs Lecture Theatre di Australian National University pada bulan November 1990. Konferensi ini diadakan dibawah Comparative Austronesian Project in the Research School of Pasifik Studies di ANU. Selaras dengan tujuan dari proyek tersebut, laporan ini diminta untuk memiliki skala yang lebih luas—memiliki orientasi komparatif, interdisipliner, dan sejarah. Hasil laporan ini menyediakan data bagi survey dari beberapa permasalahan penting Austronesian.

Kepustakaan
Allen, J. and P. White. 1989. The Lapita homeland: some new data and an interpretation. Journal of the Polynesian Society 98:129-146.
Bellwood, P. 1994. The archaeology of Papuan and Austronesian prehistory in the Northern Moluccas, Eastern Indonesia. Paper given at the World Archaeological Congress, New Delhi, 4-11 December.
Blust, R.A. 1984. Indonesia as a “field of linguistic study”. In P.E. de Josselin de Jong (ed.) Unity in diversity: Indonesia as a field of anthropological study, pp.21-37. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde 103. Dordrecht: Foris Publications.
Dempwolff, Otto. 1904. Über aussterbende Völker. Die Eingeborenen der “Westlichen Inseln” in Deutsch-Neu-Guinea. Zeitschrift für Ethnologie 36:414.
Dempwolff, Otto. 1934-38 Vergleichende Lautlehre des austronesischen Wortschatzes. 3 vols. Berlin: Reimer.
Eggan, Fred. 1954. Social anthropology in the method of controlled comparison. American Anthropologist 56:743-763.
Ehret, C. and M. Posnansky (eds).1982. The archaeological and linguistic reconstruction of African history. Berkeley: University of California Press.
Flannery, K.V. and J. Marcus (eds).1983. The cloud people. New York: Academic Press.
Fox, J.J. 1980. Models and metaphors: comparative research in Eastern Indonesia. In J.J. Fox (ed.) The flow of life: essays on Eastern Indonesia, pp.327-333. Cambridge, Mass.: Harvard University Press.
Fox, J.J. 1986 The ordering of generations: change and continuity in old Javanese kinship. In D.G. Marr and A.C. Milner (eds) Southeast Asia in the 9th to 14th centuries, pp.315-326. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies and Canberra: Research School of Pacific Studies, The Australian National University.
Fox, J.J. 1988 Review of P.E. de Josselin de Jong (ed.) Unity in diversity: Indonesia as a field of anthropological study. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde 144(1):178-181. Dordrecht: Foris Publications.
Goldman, I. 1970. Ancient Polynesian society. Chicago: University of Chicago Press.
Goodenough, Ward H.1955. A problem of Malayo-Polynesian social organization. American Anthropologist 57:71-83.
Houghton, P.1991. The early human biology of the Pacific: some considerations. Journal of the Polynesian Society 100:167-196.
Josselin de Jong, J.P.B. de. 1977. The Malay Archipelago as a field of ethnological study. In P.E. de Josselin de Jong (ed.) Structural anthropology in the Netherlands: a reader, pp.164-182. The Hague: Martinus Nijhoff. (Originally published in 1935 as “De Maleische Archipel als ethnologisch studieveld”. Leiden: Ginsberg.)
Josselin de Jong, P.E. de. 1980. The concept of the field of ethnological study. In J.J. Fox (ed.) The flow of life: essays on Eastern Indonesia, pp.317-326. Cambridge, Mass.: Harvard University Press.
Josselin de Jong, P.E. de. 1984 A field of anthropological study in transformation. In P.E. de Josselin de Jong (ed.) Unity in diversity: Indonesia as a field of anthropological study, pp.1-10. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde 103. Dordrecht: Foris Publications.
Kirch, P.V. and R.C. Green. 1987 History, phylogeny and evolution in Polynesia. Current Anthropology 28:431-456.
Mallory, J.P. 1989 In search of the Indo-Europeans. London: Thames and Hudson.
Markey, T.L. and J.A.C. Greppin (eds).1990. When worlds collide. Ann Arbor: Karoma.
Moore, J.H. 1994. Putting anthropology back together again: the ethnogenetic critique of cladistic theory. American Anthropologist 96(4).
Morgan, Lewis Henry. 1870. Systems of consanguinity and affinity of the human family. Smithsonian Contributions to Knowledge 218. Photomechanic reprint after the edition of 1871. Washington: Smithsonian Institution.
Peoples, J.G. 1993 Political evolution in Micronesia. Ethnology 32:1-18.
Platenkamp, J.D.M. 1984. The Tobelo of Eastern Halmahera in the context of the field of anthropological study. In P.E. de Josselin de Jong (ed.) Unity in diversity: Indonesia as a field of anthropological study, pp.167-189. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde 103. Dordrecht: Foris Publications.
Radcliffe-Brown, A.R. 1931. The social organization of Australian tribes. Oceania 1:34-63, 206-246, 322-341, 426-456.
Renfrew, C.1987. Archaeology and language. London: Jonathan Cape.
Rivers, W.H.R. 1914 The history of Melanesian society. Cambridge: The University Press.
Romney, A.K.1957. The genetic model and Uto-Aztecan time perspective. Davidson Journal of Anthropology 3:35-41.
Sahlins, M.D. 1958. Social stratification in Polynesia. Seattle: University of Washington Press.
Sahlins, M.D. 1981 Historical metaphors and mythical realities: structure in the early history of the Sandwich Islands kingdom. Association for the Study of Anthropology in Oceania, Special Publication No. 1. Ann Arbor: University of Michigan Press.
Sahlins, M.D. 1985 Islands of history. Chicago: University of Chicago Press.
Serjeantson, S.W., P.G. Board and K.K. Bhatia
Sahlins, M.D. 1992 Population genetics in Papua New Guinea: a perspective on human evolution. In R.D. Attenborough and M.P. Alpers (eds) Human biology in Papua New Guinea: the small cosmos, pp.198-233. Oxford: Clarendon Press.
Terrell, J.1981. Linguistics and the peopling of the Pacific Islands. Journal of the Polynesian Society 90:225-258.
Terrell, J.1986 Prehistory in the Pacific Islands. Cambridge: Cambridge University Press.
Wouden, F.A.E. van. 1968. Types of social structure in Eastern Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, Translation Series 11. [Originally published in Dutch in 1935.]